AKARNEWS.Senin, 23 Mei 2022 pada pukul 19.32 WIB Kepolisian Resor Mukomuko bersama dengan Akar Law Office (ALO) dan PT Daria Dharma Pratama (DDP) melakukan Ponferensi Pers terkait pembebasan 40 orang anggota PPPBS yang ditahan sejak 12 Mei lalu. Pembebasan 40 orang tersebut dilakukan melalui kebijakan Restorative Justice, yakni sebuah upaya penyelesaian pemidanaan diluar jalur litigasi yang mengedepankan prinsip pemulihan hak pihak-pihak yang terkait. Menurut Tim ALO, 40 orang yang bebas melalui RJ ini merupakan sejarah, upaya dan pencapaian yang baik dari pihak kepolisian untuk menyelesaikan kasus pemidanaan 40 orang tersebut yang sebelumnya di tersangkakan sebagai pencuri TBS. 

“Ini merupakan kali pertama dan sejarah bagi kita semua 40 orang dibebaskan melalui skema RJ” ucap Zelig-Direktur ALO 

Dalam prosesnya, banyak pihak yang terlibat untuk mendorong upaya pembebasan melalui skema RJ ini. Seperti Gubernur Bengkulu dan Ketua DPRD Kabupaten Mukomuko yang secara intensif melakukan koordinasi dengan Kepolisian Daerah Bengkulu dan Kepolisian Resor Mukomuko juga pihak perusahaan. 

“Pada akhirnya kami bersepakat mendorong skema RJ ini karena saat ini target kami adalah memulihkan kondisi psikis 40 orang anggota PPPBS, terlebih mereka adalah tulang punggung keluarga. Namun memang masih ada beberapa catatan dari ALO terkait pembebasan melalui skema RJ yakni kami tidak ingin serangkaian tuduhan tindak pidana kepada 40 orang anggota PPPBS ini mengaburkan persoalan  agraria yang sebenarnya menjadi akar dari permasalahan ini. Tantangannya saat ini adalah, bagaimana kemudian hak-hak masyarakat atas tanah dan penghidupan dapat terus disuarakan dengan lantang. A Luta Continua !!” Ujar Zelig

Upaya penyelesaian konflik agraria di Kecamatan Malin Deman yang selama ini telah dilakuhkan harus segera dilanjutkan oleh Pemerintah. Selain itu yang terpenting adalah terkait proses penyelesaian konflik Agraria didalamnya. 40 orang anggota PPPBS mungkin telah bebas hari ini, namun problem agrarian nya belum terselesaikan. Konflik agraria seperti ketimpangan penguasaan lahan, penghisapan sumber daya alam dan manusia, hingga livelihood petani harus diselesaikan dengan paradigma yang radikal melalui kebijakan Landreform/reforma agraria yang tercantum dalam UUPA 5/1960. 

Tujuan dari reforma agraria ini adalah memperkuat kepemilikan tanah, khususnya bagi petani serta keberdaulatan dan kesejahteraan petani terhadap lahannya. Karena, PBB pernah menyatakan bahwa, keburukan-keburukan dalam susunan pertanahan, dan terutama sekali keburukan dalam cara pengolahan tanah, menghalangi naiknya tingkat hidup petani kecil dan buruh tani dan menghambat kemajuan ekonomi. Karena itu, konflik agraria ini mesti diselesaikan secara objektif sebagai satu soal keharusan mutlak bagi negara untuk mencapai keadilan agraria bagi petani kecil dan buruh tani.