Oleh Pramasty Ayu Kusdinar – Manager Strategi Akar Global Inisiatif

Pengalaman Akar Global Inisiatif menjalin pertemanan dan observasi forum-forum iklim dunia untuk menemukan inovasi menghadapi dampak krisis iklim

Beberapa waktu lalu, tepatnya pada tanggal 24 September 2025 di Kota New York Amerika Serikat, Akar bersama Forest People Programme dan One Piece membuka sebuah panel dalam Pekan Iklim di Kota New York atau yang lebih dikenal dengan New York Climate Week (NYCW). Seperti yang kita tahu bahwa NYCW merupakan forum terbesar di dunia yang membahas seputaran isu tentang iklim. Sehingga momen ini menjadi kesempatan yang sangat penting bagi Akar untuk membagi pengalaman dan didengar oleh lebih banyak pihak.

 

Gambar 1. Beberapa forum yang melibatkan Akar dalam pembicaraan mengenai iklim dan relasi antar gerakan

 

Panel yang kami buka ini bertema; Enabling a win-win-win for rights, climate and nature: What does good allyship for indigenous peoples look like? Sederhananya, dukungan dan aliansi yang seperti apa yang adil dan baik untuk masyarakat adat ? Sebetulnya, topik yang kami bawa di NYCW 2025 ini berkorelasi dengan panel yang kami buka saat Skoll World Forum, di kota Oxford, Inggris pada bulan April lalu bersama Yayasan Planet Indonesia dan Menjadi dengan tema; Shifting Power Through Equitable Funding Intermediaries, How can funding intermediaries integratif equity intro conservation finance ? Yang pada dasarnya bertujuan untuk melihat bagaimana harusnya dukungan bagi masyarakat adat dan komunitas lokal atas kerja-kerja konservasi yang mereka lakukan didukung secara adil dan layak. Dan seperti yang kami harapkan, bahwa dukungan-dukungan yang mengalir bagi masyarakat adat dan komunitas lokal tidak harus berbentuk transaksional, tetapi mengalir sesuai dengan kebutuhan jalan perjuangan masyarakat. Inilah yang kami bahas bersama Yayasan Saraswati dan Yayasan Tananua Flores dalam acara LaksmiTalks#8; dari Transaksional ke Relasional.

Selama hampir 20 tahun berkerja bersama masyarakat adat dan komunitas lokal (MAKL), yang kami sadari adalah tidak ada tahun-tahun yang kami lewati tanpa didukung oleh mitra. Selama 19 tahun ini, kami telah membuat kategori mitra Akar beserta dengan peran dan bentuk dukungannya yang kami sajikan dalam tabel berikut ini :

Berangkat dari ragam interaksi dan relasi inilah kami kemudian dapat menilai seberapa penting dukungan-dukungan tersebut mengalir dan dikelola secara proporsional untuk mendukung gerakan masyarakat agar dapat terus melanjutkan perjuangan mereka. Kami juga melakukan wawancara terhadap beberapa mitra kami terkait seberapa penting peran dan dukungan Akar terhadap kepentingan kelompok atau organisasi mereka. Berikut beberapa umpan balik yang kami dapat :

  • Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Bengkulu, Zamhari Bahrul, S.H.,M.Hum. “Secara pribadi saya sudah mengenal Akar sudah lebih dari 10 tahun. Dan pola kerjasama yang dibangun tidak sama sekali melalui pendekatan material, tetapi pertemanan. Peran Akar sangat penting dalam mendukung pencapaian tujuan atau visi/misi institusi kami karena dengan adanya Akar kami dapat memperluas jangkauan dan ragam target pekerjaan kami dengan pendekatan atau sudut pandang yang unik. Misal, elaborasi isu BKKBN soal stunting dan tata kelola lahan pertanian melalui metode agroekologi. Bahwa stunting dapat dicegah melalui tata kelola lahan pertanian yang berkelanjutan dan ramah lingkungan, tidak hanya dengan memberikan susu, telor dan biskuit terhadap ibu atau anak sebagai solusi, Sehingga yang paling bermanfaat bagi kami adalah perluasan jaringan pertemanan. Akar mempertemukan kami bukan hanya dengan kelompok dan masyarakat secara langsung, tetapi juga dengan jaringan pertemanan yang baru, yang dapat mendukung pencapaian visi/misi organisasi kami”.
  • Ketua Kelompok Perempuan Kaba Indah Lestari, Supriyanti. ”Kehadiran Akar sangat penting bagi kami untuk meningkatkan kemampuan perempuan untuk berbicara, memimpin dan mengorganisir kelompok. Yang lebih penting lagi, bisa mendampingi kami dan ikut bersama kami memperjuangkan hak-hak perempuan di desa. Akar juga berperan sebagai solusi diatas konflik agraria yang ada di desa kami. Dukungan yang selalu Akar berikan selalu berkaitan dengan peningkatan pengetahuan kami tentang iklim dan tentang gender melalui pertemuan atau pelatihan”
  • Ketua Lembaga Pengelola Hutan Adat Demong Samin, Saudia. Peran Akar penting sekali untuk memberikan dukungan atas perjuangan kami dalam mempertahankan wilayah adat yang akhirnya kami menangkan dari pemerintah. Tanpa Akar, kami sudah kehilangan api perjuangan itu. Dukungan yang Akar berikan bukan uang, tapi kesempatan; kesempatan untuk belajar dan meningkatkan kapasitas kami tentang banyak hal. Seperti hukum dan pengembangan usaha”.
  • Ketua Lembaga Adat Serawai, Air Kiliran, Gusti. ”Akar ini hadir di saat kami buntu, tidak memiliki jalan keluar untuk memperjuangkan tanah kami. Akar itu seperti teman bagi kami, dan juga bagi pemerintah kami. Ide, pengalaman dan pengetahuan Akar menjadi harapan bagi kami untuk kembali memiliki lagi hutan keramat kami, kebudayaan kami”.

Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Muhammadyah Bengkulu, Ayu Wijayanti. “Peran dan dukungan Akar Global Initiative sangat penting bagi penguatan peran akademik dan sosial Prodi Sosiologi FISIP UMB, khususnya dalam menjembatani dunia kampus dengan dinamika sosial di masyarakat. Melalui kemitraan ini, kami mendapatkan ruang untuk memperluas praktik pembelajaran berbasis komunitas (community-based learning), memperkaya aktivitas riset dan pengabdian dosen dan mahasiswa dengan perspektif advokasi dan pemberdayaan masyarakat. Kolaborasi ini juga membantu memperkuat orientasi pada isu-isu keadilan sosial, lingkungan, dan hak warga, yang sejalan dengan visi kami sebagai institusi pendidikan yang berpihak pada perubahan sosial yang berkelanjutan, serta capaian lulusan sebagai aktivis sosial. Dukungan yang paling bermanfaat dari Akar Global Initiative adalah fasilitasi jaringan dan ruang kolaboratif yang konkret antara kampus dan masyarakat. Melalui pengabdian, kemudahan akses data di lapangan, serta kesempatan bagi mahasiswa dan dosen untuk terlibat dalam kegiatan advokasi, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat dampingan Akar Global Initiative kami memperoleh pengalaman empirik yang relevan dengan dunia kerja dan kebutuhan masyarakat. Selain itu, pendekatan reflektif dan kritis dari Akar juga membantu memperkaya kurikulum dan metode pembelajaran kami agar lebih kontekstual dan responsif terhadap isu-isu sosial kontemporer, terutama yang berkenaan dengan mata kuliah sosiologi konflik, sosiologi lingkungan, dan sosiologi masyarakat pesisir yang menjadi kekhasan prodi sosiologi FISIP UMB”.

Dari umpan balik yang disampaikan oleh mitra kami diatas, dapat kami simpulkan bahwa yang paling penting dari sebuah kerjasama adalah 1) Tujuan yang jelas dan terukur, yang artinya semua pihak harus memiliki pemahaman yang sama tentang apa yang ingin dicapai melalui kerjasama ini. Misalnya dengan membangun tujuan yang spesifik, terukur, dapat dicapai, relevan, dan terikat jangka waktu tertentu. 2) Kepercayaan dan keterbukaan: kepercayaan adalah fondasi. Semua pihak harus merasa nyaman untuk berbagi informasi, ide, dan kekhawatiran tanpa takut dihakimi atau dimanfaatkan. 3) Proporsional dan profesional : setiap pihak perlu tahu apa yang diharapkan dari mereka dan bagaimana kontribusi mereka akan sesuai dengan tujuan bersama. Hal ini penting didiskusikan untuk menghindari tumpang tindih pekerjaan. 4) Fleksibilitas dan adaptabilitas: lingkungan bisa berubah. Kerjasama yang baik harus cukup fleksibel untuk menyesuaikan diri dengan perubahan kondisi atau tantangan yang tidak terduga, tanpa kehilangan fokus pada tujuan akhir. 5) Komitmen yang kuat : semua pihak harus memiliki komitmen yang kuat untuk menyukseskan kerjasama tersebut. Ini berarti bersedia menginvestasikan waktu, sumber daya, dan usaha yang diperlukan.

Namun, kami menyadari bahwa semakin hari semakin banyak dukungan untuk masyarakat adat dan komunitas lokal yang bersumber dari berbagai macam bentuk dan model pendanaan. Jumlahnya pun semakin besar. Tetapi, aksesnya juga semakin tidak mudah. Kenapa ? Karena syarat untuk mengakses pendanaan tersebut sangat susah. Misalnya, masyarakat harus memiliki dokumen administrasi yang membuktikan bahwa mereka sanggup mengelola dana dalam jumlah tertentu. Dan dukungan yang berlimpah ini membuat MAKL berkompetisi satu sama lain untuk menunjukkan siapa yang layak dan tidak layak di dukung. Siapa yang betul-betul ‘masyarakat adat’ dan siapa yang tidak. Sehingga, menurut kami, pendanaan untuk MAKL hari ini malah tidak mengafirmasi keberadaan dan perjuangan masyarakat adat itu sendiri dan over determinasi.  Dan hal ini pada akhirnya membuat gerakan masyarakat adat terfragmentasi dari dalam.

 

Gambar 2. Lanskap desa Tebat Pulau, Rejang Lebong, Bengkulu yang dikelilingi oleh kawasan hutan primer.

 

Dalam beberapa panel yang saya ikuti selama NYCW, saya merasa pembahasan terkait aksi-aksi untuk membuat iklim di bumi lebih baik sudah sangat maju dari yang saya bayangkan. Semua elemen membawa inovasi dan ambisi yang sangat luar biasa untuk menghadapi tantangan perubahan iklim di berbagai macam negara. Mulai dari teknologi pendataan untuk memantau potensi dan ancaman yang memperburuk kondisi iklim di bumi, strategi carbon trade yang semakin terbuka terhadap kapasitas MAKL, serta Political Engagement sebagai strategi bagi pemerintah antar negara untuk mendapatkan dukungan pembiayaan proyek iklim di masing-masing negara. Presiden Brasil, Luiz Linacio Lula da Silva misalnya, akan siap menggelontorkan 1 juta miliar dolar ke dalam wadah baru pembiayaan proyek iklim yang disebut dengan Tropical Forest Fund Forever (TFFF) atau dana abadi untuk hutan tropis yang didorong agar para investor memberikan sumbangan yang besar (melalui TFFF) dan penghargaan kepada negara-negara yang menjaga hutannya dengan tidak menebang pohon. Singkatnya, beberapa forum dalam pekan iklim di Kota New York ini ingin memastikan bahwa kerja untuk menjaga iklim dunia adalah tanggungjawab bagi semua pihak. Dan aksi untuk iklim bukanlah beban, melainkan peluang bisnis terbesar di zaman kita sekarang.

Namun, optimisme tersebut juga sebanding dengan kekhawatiran saya mengetahui bahwa saat ini beberapa negara mengundurkan diri dan menarik komitmennya dari Perjanjian Paris (Paris Agreement) termasuk Amerika yang merupakan penggagas perjanjian tersebut. Pertama, Trump menandatangani Perintah Eksekutif saat dirinya dilantik pada 20 Januari 2025 lalu dan menyatakan sikap di hadapan para pendukungnya bahwa ia tidak mau terjebak dalam skema perjanjian iklim ini dan meminta semua pihak untuk menghentikan tipuan perjanjian iklim paris yang tidak adil dan sepihak. Kedua pada tanggal 23 September 2025 lalu, di mana Pekan Iklim di Kota New York sedang berlangsung bersamaan dengan Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) atau United Nation General Assembly (UNGA) ia menyatakan bahwa krisis iklim adalah kebohongan besar (Hoax). Dan AS saat ini secara terang-terangan sedang menggencarkan energi fosil ketimbang energi terbarukan. Padahal, semua orang di dunia ini tahu faktanya, Amerika adalah negara penghasil emisi terbanyak di dunia setelah China.

Di tengah dinamika yang sedang terjadi saat ini; maju-mundurnya negara dan para pihak lainnya untuk menghadapi krisis iklim bersama-sama, masyarakat adat dan komunitas lokal di beberapa daerah terus melakukan praktik kesehariannya dalam mengelola sumber daya alam secara berkelanjutan. Dalam suatu forum, salah satu dari mereka pernah mengatakan bahwa ‘perubahan iklim mungkin tidak dapat kita cegah, tapi cara kita bertani dapat kita ubah’. Misalnya di Bengkulu, beberapa komunitas masyarakat adat yang Akar dampingi yang hidup di sekitar kawasan hutan dan daerah perkebunan tetap merawat hutannya dengan teknologi dan pengetahuan adatnya yang dalam dunia akademis dikenal dengan sistem agroekologi danatau agroforestry. Sementara kelompok perempuan juga selalu memastikan bahwa sistem pengadaan pangan dan produksi makanan yang mereka lakukan sehari-hari untuk keluarga mereka bersumber dari praktik pertanian yang selalu mengutamakan prinsip Low External Input Sustainable Agriculture (LEISA). Tapi, kondisi ini tentu tidak adil bagi masyarakat adat yang secara dermawan menjaga hutannya disini, sementara di belahan dunia lain ada sekelompok orang yang sedang mencederai alamnya.

 

Gambar 3. Masyarakat Adat Rejang yang sedang memanen durian secara kolketif di kawasan Hutan Adat Demong Samin.

 

Sehingga, pasca forum NYCW dan terhadap forum-forum iklim yang akan datang, kami pikir tuntutan masyarakat adat dan komunitas lokal kepada semua pihak akan lebih tegas untuk :

  1. Pengakuan hukum dan perlindungan atas hak-hak dan wilayah adat mereka, karena hal ini terbukti secara signifikan mengurangi deforestasi dan emisi karbon.
  2. Penghentian aktivitas yang merusak lingkungan di wilayah adat, seperti usaha pertambangan yang eksploitatif, penebangan pohon, perkebunan skala besar, dan kegiatan lain yang merusak alam.
  3. Dukungan adaptasi untuk memperkuat kemampuan masyarakat adat dan komunitas lokal dalam beradaptasi dengan dampak perubahan iklim
  4. Fasilitasi masyarakat adat dan komunitas lokal untuk terlibat dalam bisnis iklim secara transparan dan menguntungkan melalui kerjasama dengan multipihak

Language

 - 
Arabic
 - 
ar
Bengali
 - 
bn
German
 - 
de
English
 - 
en
French
 - 
fr
Hindi
 - 
hi
Indonesian
 - 
id
Portuguese
 - 
pt
Russian
 - 
ru
Spanish
 - 
es

Sosial Media

Privacy Preference Center