Bengkulu — Di tengah meningkatnya tekanan sosial, politik, dan ekologis terhadap perempuan di akar rumput, Akar Global Inisiatif menyelenggarakan kegiatan Konsolidasi Perempuan Akar Rumput Bengkulu yang berlangsung selama dua hari, Selasa–Rabu, 23–24 Desember 2025, bertempat di Hotel Two K Azana. Kegiatan ini diikuti oleh 42 perempuan dari 21 desa dan 5 kabupaten di Provinsi Bengkulu, yang merepresentasikan perempuan petani, perempuan adat, perempuan nelayan, serta pemuda perempuan.

Konsolidasi ini diselenggarakan sebagai respons atas realitas yang kian kompleks di wilayah dampingan Akar Global Inisiatif di Bengkulu Selatan, Rejang Lebong, Lebong, Kaur, Mukomuko, Bengkulu Selatan dan Seluma, di mana perempuan menghadapi perampasan tanah dan wilayah kelola, ekspansi perkebunan sawit, konflik dengan perusahaan kehutanan, degradasi hutan, penurunan hasil tangkapan laut, hingga dampak perubahan iklim yang langsung memengaruhi penghidupan keluarga.

Dalam banyak komunitas adat seperti Rejang, Serawai, dan Enggano, perempuan memegang peran sentral dalam menjaga pengetahuan tradisional, benih lokal, tata kelola pangan, serta ritus adat yang mengatur relasi manusia dan alam. Namun peran ini sering kali terpinggirkan dalam struktur kepemimpinan formal dan proses pengambilan kebijakan. Ketika wilayah adat terancam oleh operasi perusahaan atau kebijakan yang tidak sensitif terhadap hak adat, perempuan menjadi kelompok pertama yang merasakan dampaknya, mulai dari hilangnya akses ke hutan dan laut, meningkatnya beban kerja domestik, hingga risiko kriminalisasi. Marlena, salah satu peserta perempuan adat, menuturkan bahwa kondisi ini kerap dialami komunitasnya. “Kalau tanah adat bermasalah, perempuan yang paling dulu merasakan dampaknya. Akses ke hutan hilang, beban hidup bertambah, tapi suara perempuan jarang didengar. Konsolidasi ini penting supaya perempuan adat bisa bicara dan berjuang bersama,” ujarnya.

Di sektor pertanian, perempuan petani di Bengkulu masih menghadapi ketimpangan akses terhadap lahan, modal, dan kelembagaan ekonomi desa, padahal mereka adalah aktor utama produksi pangan rumah tangga, penyimpanan benih, serta pengelolaan kebun campur (agroforestri) yang menjadi tulang punggung ketahanan pangan lokal. Pengalaman ini juga dirasakan oleh Supriyanti, perempuan petani peserta konsolidasi. Ia menyampaikan bahwa selama ini kerja-kerja perempuan di desa sering tidak terlihat. “Kami para perempuan petani bekerja menjaga kebun, benih, dan pangan keluarga, tapi sering tidak dianggap penting. Di forum ini saya merasa tidak sendiri. Ternyata banyak perempuan dari desa lain mengalami hal yang sama, dan kami bisa saling menguatkan,” katanya.

Sementara itu, perempuan nelayan terutama di Seluma dan Kaur, kian rentan akibat kerusakan ekosistem laut, kebijakan zonasi yang tidak berpihak, keterbatasan alat tangkap yang aman dan berkelanjutan, serta musim tangkap yang makin tak menentu akibat perubahan iklim. Kondisi ini berdampak langsung pada pendapatan rumah tangga dan memperberat beban perempuan dalam menjaga keberlangsungan hidup keluarga.

Selain beban struktural tersebut, banyak perempuan di Bengkulu masih berhadapan dengan tantangan sosial: pembatasan ruang gerak perempuan muda, stereotip gender, kurangnya dukungan untuk partisipasi politik, serta minimnya ruang aman bagi perempuan untuk menyuarakan isu-isu yang menyangkut tubuh, tanah, dan masa depan mereka. Nova Puspita, pemuda perempuan peserta kegiatan, menilai konsolidasi ini membuka ruang baru bagi generasi muda perempuan. “Sebagai perempuan muda, kami sering dianggap belum tahu apa-apa soal tanah dan lingkungan. Di sini saya belajar bahwa kami juga punya peran penting, dan perjuangan ini bisa kami lanjutkan bersama lintas desa dan kabupaten,” ungkapnya.

Kegiatan konsolidasi ini difasilitasi oleh Pramasty Ayu Kusdinar dan Sulastri dari Akar Global Inisiatif. Selama dua hari, para peserta terlibat dalam diskusi reflektif, berbagi pengalaman lintas sektor, pemetaan tantangan bersama, serta perumusan agenda kolektif perempuan akar rumput Bengkulu. Ruang konsolidasi ini juga menjadi ruang aman bagi Perempuan termasuk perempuan muda dan pembela HAM untuk menyuarakan pengalaman intimidasi, stereotip gender, dan pembatasan partisipasi politik.

Memasuki tahun 2026, para peserta sepakat bahwa tantangan akan semakin berat seiring meningkatnya tekanan ekonomi, perubahan regulasi sumber daya alam, dinamika politik nasional, dan intensifikasi investasi yang berpotensi memperbesar konflik ruang hidup. Karena itu, konsolidasi ini dipandang sebagai langkah strategis untuk menyatukan suara perempuan petani, perempuan adat, perempuan nelayan, dan pemuda perempuan; memperkuat kapasitas politik dan organisasi; serta membangun solidaritas lintas desa dan kabupaten.

Kegiatan ditutup dengan komitmen bersama untuk menjaga jejaring perempuan akar rumput Bengkulu sebagai ruang belajar, saling dukung, dan advokasi berkelanjutan demi melindungi ruang hidup, memperjuangkan keadilan agraria dan ekologis, serta memastikan keberlanjutan generasi mendatang.

 

 

Alamat

Jl. DP Negara 7, No. 123 Rt 21/Rw 04, Kel. Pagar Dewa, Kec. Selebar, Kota Bengkulu, Kode Pos. 38216

Language

 - 
Arabic
 - 
ar
Bengali
 - 
bn
German
 - 
de
English
 - 
en
French
 - 
fr
Hindi
 - 
hi
Indonesian
 - 
id
Portuguese
 - 
pt
Russian
 - 
ru
Spanish
 - 
es

Privacy Preference Center