Oleh; Dinda Dzakyyah (Staf Program Akar Foundation)
Sabtu 09 November 2019 Akar Faundation mengunjungi desa kecil tanpa jaringan internet yang ada di Kabupaten Rejang Lebong dalam rangka merespon keresahan anggota kelompok Perempuan Petani Hutan Kemasyarakatan mengenai pangan, hutan dan hak atas sumber daya tersebut.
Ibaratne ; amen coa bilai baik, bilai bulen betueak, ite coa temau (ibaratnya ; kalau bukan hari yang baik, hari/bualan betua, kita tidak akan bertemu) Frasa yang pertama kali diungkapkan oleh ibu Dewi.
Ungkapan itu yang mengawali perbincangan kami dan warga, khususnya kelompok perempuan Ade Harapan yang berasal dari desa Tebat Pulau. Disambung dengan suguhan kopi hitam panas dan sepiring buah ceplukan yang bercampur dengan buah cermin yang asam, menjadi suguhan obrolan pada malam itu. Sebenarnya ungkapan pembuka obrolan itu juga tersampaikan dikarenakan mereka tahu kondisi desa mereka yang letaknya sedikit menjorok kedalam, yang jangankan orang, jaringan internet pun masih berfikir ulang untuk masuk kedalamnya. Kemudian, bukan hanya jaringan untuk internetan yang bisa menghubungkan masyarakat dengan dunia luar, jaringan untuk menelpon pun masih sangat sulit. Masyarakat untuk menelpon harus mencari posisi tangkapan jaringan yang pas agar suara bisa terdengar jernih dan jelas. Meskipun demikian, kondisi ini tidak membuat masyarakat yang hidup di desa tersebut bersih dari masalah yang banyak menimpa masyarakat lain pada umumnya terutama untuk masalah pangan.
Pangan merupakan sebuah kebutuhan yang harus terpenuhi oleh siapa saja untuk tetap bisa bertahan hidup dan melanjutkan hidupnya. Pangan juga tidak mengenal jaringan, jarak serta tidak mengenal akses pangan harus terpenuhi, namun sayangnya ada persoalan yang kemudian ikut terbawa dalam urusan pangan yang sangat erat kaitannya dengan lingkungan, akses dan pengetahuan yang di miliki masyarakat, yaitu ekonomi dan pasar. Seakan sudah menjadi obrolan yang biasa mengenai masak apa kita pada hari ini? Beli apa kita kepekan hari ini? Oh ya pekan/peken adalah sebutan lain dalam bahasa Rejang yang digunakan untuk menggantikan pasar mingguan yang ada di desa, yang menjual berbagai jenis sayuran, jajanan baik tradisional dan modern seperti makanan kemasan dan makanan kaleng.
Obrolan mengenai sayuran mentah yang dibeli dari pasar tersebut menjadi sebuah bisikan yang tidak wajar bila melihat keadaan alam yang sangat mendukung terutama jika dimanfaatkan sebagai lahan pertanian yang produktif. Bukan hanya alam dan iklim yang bersehabat dengan petani, tapi juga sebagian masyarakat desa Tebat Pulau atau sejumlah 296 KK memiliki izin sebagai pengelola Hutan Kemasyarakatan (HKM) seluas 527,77 Ha, sehingga untuk urusan pemenuhan kebutuhan pangan “seharusnya” sudah tidak menjadi masalah besar dan bukan masalah pasar lagi. Namun nyatanya pertanyaan mengenai masakan dan makanan serta pangan dalam kondisi utuh masih sangat akrap terdengar. Bahkan pertanyaan tersebut muncul bukan hanya saat pekan mulai berlangsung tapi setiap hari atau setiap pagi sebagian besar ibu-ibu akan mencari warung (toko) yang biasa menyediakan sayuran segar disekitar rumahnya hanya untuk memenuhi kebutuhan pangan keluaga mereka.
Persoalan mengenai pemenuhan kebutuhan pangan sebenarnya adalah permasalahan yang sudah sangat sering kita dengarkan yang kerap kali disandingkan dengan perilaku konsumtif dari masyarakat. Perilaku konsumtif dan ketergantungan dengan pasar menjadi hal yang paling bertangung jawab atas tidak terpenuhinya kebutuhan pangan yang ada di desa Tebat Pulau. Perilaku konsumtif dan pemenuhan kebutuhan gizi pangan yang sangat melekat dengan ibu-ibu memberi kegelisahan tersendiri pada ibu-ibu khususnya pada kelompok tani perempuan ade harapan.
Berangkat dari keresahan mengenai kebutuhan pangan dan kondisi masyarakat yang semakin konsumtif, kelompok tani perempuan Ade Harapan berinisiatif untuk mengajak Akar Foundation untuk bekerjasama dan mencari jalan keluar dari permasalahan tersebut, hingga mereka meminta untuk diberikan penguatan kapasitas mengenai Hak-Hak perempuan dalam pengelolaan atas sumberdaya serta pemanfaatan atas sumberdaya. Berdasarkan keresahan tersebut akhirnya Akar Foundation bersedia menjadi fasilitator dalam pemecahan masalah tersebut. pola yang dipilih oleh kelompok tersebut adalah pola diskusi.
Diskusi mengenai hak yang dilakukan pada kelompok tersebut sebenarnya membahas tentang pola hidup masyarakat secara umum dengan melihat hak dari tiga pendekatan, dan di setiap pendekatan yang di gunakan untuk menunjukan Hak tersebut sebenarnya secara praktek semua sudah dilakukan oleh masyarakat, namun tidak sepenuhnya mereka sadar atau mengetahui apakah “Pola perilaku” tersebut merupakan cara pengambilan atau pemenuhan Hak yang memang harus mereka ambil.
Sebelum memulai diskusi mengenai Hak, kami kembali dihujani pertanyaan dengan tumpukan karung 5 Kg yang berisi beras dan deretan karpet telur dipojokan rumah yang saat itu dipilih sebagai tempat berkumpul. Untuk apa beras itu? Ternyata menurut keterangan dari salahsatu warga yang bernama ibu Dewi, beras dan telur itu adalah bentuk bantuan non tunai yang diterima oleh sebagian masyarakat yang ada di desa. penemuan kecil namun cukup mengherankan, di desa yang memiliki sumberdaya dan iklim yang mendukung dalam perkembangan pertanian ternyata masih membutuhkan bantuan beras yang seyogyanya tidak membeli beras dengan luas pertanian yang kurang lebih seluas 800-an Ha.
Masuk dalam perbincangan tentang Hak yang dimulai melalui pertanyaan kecil tentang status Hak yang ada dalam keluarga, pertanyaan tersebut dilontarkan untuk melihat persepsi masyarakat mengenai “hak” yang selama ini dipahami oleh masyarakat setempat, karena pada umumnya hanya terhenti pada hak milik dan melupakan hak guna terhadap apa yang ada disekitar mereka khususnya pada lingkungan hidup yang utuh. Lingkungan hidup yang utuh adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya keadaan dan mahkluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya (pasal 1 angka 1 UU No. 23 tahun 1997).
Dalam memahami isu hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat, pastilah kita tidak mungkin memisahkan dengan pembangunan berkelanjutan (Sustainable development) serta akses terhadap sumberdaya alam. Dalam kasus Indonesia persoalan ini sanagat relevan di cermati. Sebab terjadinya fenomena penurunan dan kerusakan lingkungan hidup, ternyata tidak bisa terlepas dari persoalan perebutan sumber daya alam. Padahal, bila persoalan ini dikaitkan dengan UU No.23/1999 tentang pengelolaan lingkungan hidup, ada lagi hak rakyat yang tidak bisa di abaikan. Yaitu :
- Hak atas lingkungan yang baik dan sehat
- Hak atas informasi mengenai pengeloaan lingkungan hidup
- Hak untuk berpartisipasi secara penuh dalam peraturan pengelolaan lingkungan hidup (Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, 2005).
Peraturan tersebut menjelaskan beberapa hak rakyat dalam proses pengelolaan lingkungan hidup secara utuh. Sebelum kita masuk dalam pada setiap poin yang ada di dalam undang-undang tersebut maka dalam diskusi kali ini kita akan membicarakan penekan mengenai hak dan perspektif yang akan kita gunakan dalam berdiskusi. Dalam diskusi dengan kelompok perempuan Ade Harapan, saat pertanyaan tentang hak di kemukakan maka jawaban yang diberikan oleh hampir keseluruhan anggota adalah tentang “kepemilikan”. Konsep hak dan kepemilikan tersebut memang tidak ada salahnya, namun harus di ingat bahwa hak juga mencangkup kegunaan suatau barang. Dalam penjelasannya, bang Dede (selaku fasilitator) yang membicarakan tentang hak memberi sebuah contoh kecil mengenai HKm. Pada diskusi tersebut beliau menanyakan tentang status kepemilikan HKm kepada ibu-ibu. Dalam kasus ini di jelaskan oleh bang dede mengenai kepemilikan HKm adalah milik negara yang dalam hal ini berperan sebagai penanggung jawab adalah kementrian kehutanan, lalu lahan HKm tersebut diberikan izin oleh pemerintah untuk dikelola dengan masyarakat setempat, dengan demikian kepemilikan yang dimiliki oleh masyarakat adalah sebatas kepemilikan izin untuk menggunakan atau mengelola lahan HKm dengan ketentuan dan waktu yang telah ditentukan. Maka dari itu, berarti selain hak milik kita juga memiliki hak guna atau menggunakan yang bisa jadi juga dikatakan sebagai hak pengelolaan yang dipakai untuk memanfaatkan sumberdaya dengan berbagai tujuan termasuk dalam peningkatan dibidang ekonomi, dan kesejahteraan sosial masyarakat.
Pemahaman mengenai hak tersebut menjadi titik masuk untuk membicarakan hak yang lebih luas dalam hak atas lingkungan hidup yang bisa dipandang dari berbagai kepentingan atau kebutuhan. Dalam hal ini setiap orang memiliki hak yang sama untuk mendapatkan atau mengakses kehidupan yang baik dan sehat. Perlu kita sadari bawa penggunaan hak kita dengan bijak biasanya akan membawa atau memberikan pemenuhan atas hak orang lain yang sama-sama berhak untuk mendapatkan lingkungan yang baik dan sehat. Sebagai contohnya saat masyarakat pemilik izin pengelolaan HKm, mengelola lahannya dengan baik dan sesuai dengan prosedur dengan menanam tanaman keras, seperti kopi, duren, jengkol, pala dan lainnya, masyakat desa yang ada di sekitar HKm yang tidak memiliki izin pengelolaan lahan juga mendapat manfaat dari pengelolaan HKm yang baik tersebut. Contohnya desa yang terletak dibawah kaki bukit yang dimanfaatkan sebagai lahan HKm dicemaskan dengan bencana alam seperti longsor atau banjir karena lahan-lahan yang dimanfaatkan tidak gundul dan tumbuhan yang mampu menahan tanah dari gerusan air hujan sehingga tidak longsor, selain itu akar tanaman juga mampu menahan serta menyimpan air jadi desa tidak mengalami banjir. Akibat adanya pengelolaan hutan dengan baik pun dapat bermanfaat untuk menjaga iklim dalam sekala yang lebih luas dan menjaga agar mata air bersih tetap tersedia meskipun di musim kemarau.
Dalam pembahasan mengenai hak, kita juga berhak untuk menuntut atau memperjuangkan hak kita kepada setiap elemen yang ada dalam masyrakat. Mungkin kelompok terkecil dalam negara adalah keluarga. Kita memiliki hak dalam keluarga kita sesuai dengan status kita dalam keluarga tersebut. contonya dalam keluarga saya berstatus sebagai istri, dengan status saya yang demikian kepemilikan izin atas pengelolaan HKm adalah suami yang dalam hal ini adalah kepala keluarga. Meskipun pemilik izin adalah suami namun si istri tetap berhak untuk dapat akses ke lahan HKm tersebut. mungkin dalam hal ini kita bisa melihat dari tanaman yang ditanam dan di budidayakan oleh masyarakat. Bisa saja komoditi yang ditanam adalah kopi namun untuk batasan lahan tersebut si istri berinisiatif untuk menanam cabai atau sayuran, maka istri atas izin suami bisa menanam tanaman tersebut. begitupun dengan masyarakat yang lebih besar seperti kelompok ataupun bermasyarakat dan bernegara.
Untuk mendapatkan akses lingkungan yang baik dan sehat tentu saja kita memerlukan akses informasi tentang indikator kehidupan lingkungan yang baik dan sehat itu sendiri. informasi tersebut sudah menjadi hak masyarakat yang perlu diperhatikan bersama. Dalam menjelaskan tentang beberapa hak ini kita harus mencermati informasi yang masuk kepada masyarakat mengenai pengelolaan lingkungan hidup yang baik dan sehat, maka dari itu keterbukaan serta sosialisai mengenai hak untuk mengakses dan mengelola sumberdaya yang tersedia dengan baik sehingga pengelolaan sumberdaya bisa menjadi kegiatan yang berkelanjutan dan menjamin pemenuhan hak-hak yang lain serta dapat memberikan multi efek yang tidak hanya menyentuh aspek ekologis, namun juga peningkatan ekonomi, sosial dan budaya masyarakat secara universal.
Salah satu upaya yang dinilai sebagai pemenuhan hak atas informasi pengelolaan lingkungan hidup adalah berdiskusi dengan setiap orang yang memiliki pengetahuan mengenai informasi yang sedang di butuhkan oleh yang lainnya atau dengan kata lain mencari akses informasi terdekat yang bisa dikunjungi dan dimintai informasi tentang solusi permasalahan yang sedang dihadapi siapapun baik itu individu, kelompok ataupun yang lainnya. Informasi mengenai tata peraturan dalam pengelolaan lingkungan yang tidak semuanya dapat diakses oleh masyarakat khususnya masyarakat yang ada di desa Tebat Pulau ini memberi multi efek yang menimbulkan persoalan dikalangan masyarakat, dari mulai akses pengetahuan yang sangat minim dalam mengelola sumberdaya yang tersedia hingga pada masalah pangan yang diakibatkan oleh “terpenjaranya” pengetahuan masyarakat mengenai HKm dan pengelolaannya.
Pemenuhan hak atas akses informasi pengelolaan lingkungan hidup bisa menjadi salah satu upaya penyelesaian persoalan pangan yang terjadi di Desa Tebat Pulau, hal ini dikarenakan dengan adanya informasi yang mumpuni dalam pengelolaan sumberdaya alam yang tersedia baik itu pemanfaatan lahan yang ada di pekarangan, tanah desa hingga pada pemanfaatan HKm yang biasanya hanya di tanami dengan satu komoditi saja atau bahkan di biarkan dan tidak dikelola. Lahan HKm yang di kelola oleh masyarakat desa hanya di manfaatkan untuk dijadikan kebun kopi produktif namun tidak ada tanaman selingan yang bisa dipanen secara kontinu atau setidaknya memberi penghasilan saat musim kopi berakhir.
Masyarakat yang hidup sebagai “petani” hanya mengandalkan kopi saat panen besar dibulan juni-agustus, setelah panen besar habis maka mereka hanya menunggu buah selang dari kopi tersebut yang jumlahnya tidak pernah mencapai 25% dari panen besar tersebut. kurangnya informasi tentang pengelolaan sumberdaya alam, menjadi salah satu alasan masyarakat masih terbatasi dengan pengertian hutan yang hanya boleh ditanami dengan pohon keras, padahal lahan HKm yang di kelola oleh masyarakat sangan potensial untuk ditanami tanaman pangan yang lain dengan tidak mengganggu komoditi utama. Masyarakat bisa memanfaatkan pekarangan seputar pondok yang dibangun untuk berlindung untuk dijadikan lahan tanaman pangan seperti sayuran dan bumbu dapur, dengan demikian mereka bisa menekan pengeluaran yang digunakan hanya untuk membeli kebutuhan sayur-mayur di setiap harinya, bahkan jika lahan yang sedikit tersebut dapat dimanfaatkan dengan maksimal, masyarakat akan mendapatkan penghasilan tambahan dari lahan tersebut. namun sayangnya akses informasi mengenai hak guna itu selama ini belum terpenuhi, sehingga masyarakat masih menggunakannya dengan pola yang tidak berkembang.
Pembentukan pola perilaku masyarakat sangat dipengaruhi dengan akses informasi yang didapatkan, dengan adanya informasi yang mempuni yang dinilai menunjang pengetahuan masyarakat dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya yang tersedi akn membentuk masyarakat yang aktif dan kreatif. Hal ini bisa diliat dari kegiatan yang selama ini dilakukan oleh ibu-ibu khususnya anggota dari kelompok Ade Harapan yang mulai untuk mengininventaris makasna lokal yang dulu ada dan sekarang sudah mulai menghilang. Kegiatan ini berlangsung setelah informasi mengenai pentingnya makanan lokal yang tanpa disadari dapat mendukung perekonomian masyarakat dengan cara pengelolaan jajanan atau makanan lokal yang unik dan memiliki citarasa sendiri. kegiatan yang di fasilitasi oleh Akar Foundation ini sekarang sudah menemukan bahan makanan yang biasanya digunakan untuk bahan masakan yang sebelumnya hanya dimanfaatkan sebagai bahan masakan pengganti tomat saat krisis pangan melanda yaitu terong belanda. Informasi mengenai manfaat terong belanda yang kaya akan manfaat bagi kesehatan, dan harga yang cukup mahal dalam penjualannya yang coba di berikan oleh masyarakat membuat masyarakat berinisiatif untuk mencari cara pengelolaan yang baru. Jika di pasar pada umumnya banyak yang mengelola terong belanda hanya sebatas sirup atau jus buahnya saja, di Desa Tebat Pulau dengan kreatifitas ibu-ibu terong belanda dibuat menjadi bahan pembuatan bolu terong belanda.
Dalam pengembangan dan pembangunan sera guna mendorong pemberdayaan masyarakat yang kreatif dan mandiri dibutuhkan kerjasama dari berbagai pihak, termasuk pemerintah baik itu di tingkat desa, kabupaten, provinsi hingga nasional dalam upaya pemenuhan hak atas informasi pengelolaan lingkungan hidup yang dapat memberikan multi efek dari berbagai aspek, sehingga persoalan-persoalan pangan yang ada di desa dengan sumberdaya yang tersedia bisa teratasi dengan tepat.
Pemenuhan keseluruhan hak yang terangkum dalam Hak Asasi Manusia (HAM) baik itu secara kolektif maupun individu, setiap orang memiliki tugas untuk menghormati, melindungi dan memenuhi atas hak orang lain. hal ini sudah menjadi kajian pas untuk menjaga equilibrium yang ada dalam masyarakat sehingga tidak ada individu atau kelompok yang pemenuhan haknya mengganggu hak orang lain atau mengakibatkan hilangnya hak orang atau kelompok lain.
Dalam masyarakat terdapat struktur yang terbentuk dalamnya, dan setiap struktur terdapat komponen penyusunannya yang jika di ilustrasikan didalam negara memiliki unsur pembentuk masyarakat, didalamnya terdapat lembaga/ kelompok-kelompok masyarakat dan kelompok baik besar hingga yang terkecil yaitu keluarga. Setiap komponen kelompok atau individu memiliki kewajiban untuk memenuhi hak atas individu yang lainnya. Misalnya, dalam keluarga yang terdiri dari ibu, ayah dan anak. Ibu dan ayah harus memenuhi hak anak dengan merawat dan membesarkannya dengan baik, memenuhi kebutuhan hak pendidikan, dan lainnya, hal tersebut juga dilakukan oleh anak kepad ibunya dan ayah oleh semuanya dalam anggota keluarganya. Pemenuhan kebutuhan tersebut dilakukan dari individu dengan individu, individu dengan kelompok baik itu kelompok kecil maupun besar.
Diskusi yang dijalankan dalam waktu kurang-lebih satu setengah jam ini, membahas tentang hak dan kewajiban setiap orang dan cara memenuhinya, meskipun hanya secara umum, bang Dede berusaha untuk menjelaskan tentang hubungan kewajiban untuk menghormati, memenuhi dan melindungi hak pada konsep yang sederhana. Dalam diskusi ini kita masuk dari kelompok terkecil dalam negara yaitu keluarga atau yang lebih tepatnya adalah keluarga yang memegang izin untuk mengelola HKm.
HKm merupakan lahan yang dapat diakses, dimanfaatkan dan di kelola oleh masyarakat pemegang izin dalam kurun waktu 35 tahun. Pada lahan tersebut masyarakat diperbolehkan untuk menanam pohon keras termasuk kopi yang menjadi rujukan dalam pengembangan potensi ekonomi sekaligus perawatan ekologi. budaya patriarki yang mengatakan bahwa pemenuhan kebutuhan keluarga menjadi tanggung jawab kaum laki-laki yang menjadi kepala rumah tangga terkadang membuat pembagian tugas secara sadar ataupun tidak. Sama halnya dengan proses pengelolaan HKm. Kebanyakan yang kekebun/menunggu kebun adalah laki-laki dan terkadang perempuan diam dirumah atau didusun, namun ini tidak berlaku untuk semua keluarga pemegang izin HKm hanya sebagian besarnya saja. Pola tersebut secara tidak langsung membatasi akses perempuan dalam pengembangan dan pengelolaan lahan yang bisa jadi lebih potensial bila digarap bersama karena bukan tidak mungkin tanaman yang akan dikembangkan saat menggarap berdua tidak hanya satu jenis saja. Sehingga meningkatkan potensi untuk peningkatan ekonomi. Belum lagi saat ada kontribusi perempuan dalam pengelolaan lahanya terdapat beberapa jenis tanaman pangan yang biasanya adalah tanaman yang paling sering dikonsumsi dan paling mudah untuk dibudidayakan seperti cabe dan lainya.
Saat ibu/ istri ikut serta dalam mengelola lahan HKm dengan cara menanam cabai, maka bapak/ suami memiliki kewajiban untuk menghormati hak ibu dengan berbagai cara salah satunya dengan cara tidak memotong atau menebang atau memberi racun pada tanaman tersebut. selanjutnya ia juga memiliki kewajiban untuk memenuhi. Memenuhi hak atas tanah garapan yang menggunakan hak guna bisa saja dengan cara tidak mempersulit atau menghalangi lahan untuk digunakan bersama, dan bisa juga dengan cara pemenuhan kebutuhan bibit, pupuk dan lainnya. Setelah hak tersebut terpenuhi maka kewajiban selanjutnya adalah melindungi. Setiap hak dalam menggunakan atau memanfaatkan lahan tersebut dilindungi dengan suami dengan cara ikut memelihara tanaman atau apa saja yang dilakukan oleh orang tersebut agar tidak terserang gangguan seperti hama atau apapun yang mengancam keberlangsungan hak tersebut. itu jika kita ambil contoh yang kecil. Jika dilihat dari contoh yang lebih besar maka kita akan berbicara tentang hak masyarakat dan kewajiban negara (Pemerintah).
Secara khusus, negara memiliki kewajiban untuk menghormati, melindungi dan memenuhi hak setiap warga negaranya. Dalam pemenuhan hak warga negaranya, negara memiliki kewajiban untuk menghormati hak dari warga negaranya dengan berbagai cara salahsatu caranya dengan tidak menganggu atau menghambat hak tersebut. selain itu negara juga harus melindungi hak dari warga negaranya dengan cara membuat peraturan pendukung dalam melindungi hak warganya, dan yang terakhir adalah memenuhi hak setiap warganegaranya dengan berbagai cara, dengan pemenuhan akses terhadap lingkungan hidup yang baik dan sehat dan memberikan akses informasi dalam pengelolaan lingkungan hidup dan hak lainnya.
Dalam pemenuhan keseluruhan hak yang mendukung setiap aspek kehidupan, baik itu secara kolektif maupun individu setiap orang memilki peran dan fungsinya untuk memenuhi haknya sekaligus berkewajiban untuk pemenuhan kebutuhan orang lain. maka dari itu pada prinsipnya setiap orang memiliki kewajiban untuk menghormati, melindungi dan memenuhi hak orang lain. namun terdapat penekanan dalam pemenuhan hak biasanya di tekankan kepada pemerintah sebagai implementasi dari tugas dan fungsi pokok pemerintah atas warga negaranya.