“Hukum itu hadir untuk menyelesaikan masalah, namun tidak semua masalah itu bisa diselesaikan dengan hukum. Dan salah satu upaya yang paling damai dalam menyelesaikan masalah adalah dengan jalan musyawarah dan mufakat” Kata Prof.Dr. Kurnia Warman SH., M.Hum dalam Workshop Percepatan Penyelesaian Konflik Agraria Kecamatan Malin Deman Kabupaten Mukomuko.

Workshop yang dilaksanakan tanggal 28 Februari 2023 di Hotel Madiyara, Mukomuko, menghadirkan para stakeholder kunci di tingkat Kabupaten Mukomuko seperti Ketua DPRD Mukomuko, PJ Sekda Kabupaten Mukomuko, Ketua dan anggota PANSUS Penyelesaian Konflik Sosial DPRD Kabupaten Mukomuko,, anggota Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) yakni Staf Kantor Tanah/Badan Pertanahan Nasional (BPN) Mukomuko, Kapolres Mukomuko, Kejari Mukomuko, Kabag Hukum Setda Kabupaten Mukomuko, Camat Malin Deman, Pemerintah Desa dalam Kecamatan Malin Deman, Perkumpulan Petani Pejuang Bumi Sejahtera (PPPBS) dan unsur Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) lainnya di Kabupaten Mukomuko. 

Dalam sambutannya, Erwin Basrin, Direktur Eksekutif Akar Foundation menyampaikan Tujuan dari kegiatan workshop ini adalah untuk mempercepat proses penyelesain konflik agraria yang terjadi di Kabupaten Mukomuko, khususnya di Kecamatan Malin Deman. Menurutnya, selama ini Pemerintah Kabupaten Mukomuko dan Ketua DPRD Mukomuko sudah memiliki komitmen yang sangat kuat untuk menyelesaikan kasus yang terjadi di Malin Deman sehingga Akar Foundation bersemangat memfasilitasi kegiatan ini dan mengundang para pakar untuk membantu para pihak yang terlibat dalam penyelesaian konflik ini  menemukan jalan bagi percepatan penyelesaian konflik yang telah terjadi.

Erwin juga menambahkan bahwa melalui kegiatan ini para pihak memiliki pemahaman dan perspektif yang sama terhadap proses penyelesaian konflik yang terjadi di Kecamatan Malin Deman. Sebab sumber masalah dalam konflik ini adalah adanya perbedaan perspektif dan perbedaan kepentingan. Perbedaan inilah yang membuat komitmen penyelesaian konflik berjalan lambat, karena pemahaman terhadap konflik berbeda.  

Ali Saftaini, Ketua DPRD Mukomuko, untuk kesekian kalinya menyampaikan komitmennya sebagai Ketua DPRD Kabupaten Mukomuko untuk mencari jalan keluar dan penyelesaian konflik agraria yang terjadi di Kecamatan Malin Deman.  

“Target penyelesaian yang kami maksud adalah memastikan investasi bisa berjalan dan kepentingan masyarakat yang ada di Malin Deman tetap diakomodir. Dan harapannya solusi yang di dapati dari workshop ini melahirkan rekomendasi bagi langkah-langkah penyelesaian konflik yang tetap dalam koridor kebijakan berlaku dan tidak memunculkan konflik yang baru”, ujar Ali Saftaini dalam sambutannya.  

Selanjutnya PJ Setda Mukomuko, Abdiyanto dalam sambutannya menyampaikan bahwa penting untuk mempertimbangkan dan menjunjung tinggi hak-hak masyarakat dan menjaga iklim investasi agar tetap dapat berjalan di Kabupaten Mukomuko. Selain itu, sampai sejauh ini kami telah menyurati Camat dan Kepala Desa untuk segera melakukan identifikasi terhadap subjek dan objek yang akan di fasilitasi penyelesaian konfliknya melalui skema TORA ini. Namun sampai saat ini, belum menerima laporan dari Camat dan kades-kades. Menurut Abdiyanto, pihaknya juga sudah melakukan sosialisasi kepada para pihak yang terlibat dalam konflik ini sebagai respon terhadap fakta dilapangan bahwa sudah banyak oknum masyarakat yang dari luar Kecamatan Malin Deman yang masuk ke wilayah perkebunan, menguasai lahan dan melakukan transaksi di atas lahan. 

“Pemerintahan Daerah akan berusaha semaksimal mungkin untuk mencari jalan keluar dari konflik ini. Namun kewenangan kami terbatas karena Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) sifatnya hanya sebagai pendukung bagi penyelesaian konflik yang akan dilakukan oleh Pemerintahan Pusat, bukan sebagai pihak yang mengambil keputusan”. Lanjut Abdiyanto dengan sekaligus membuka acara workshop secara resmi.

Selanjutnya acara workshop dipandu oleh Moderator, Pramasti Ayu Kusdinar. Dalam sesi pertama, materi workshop disampaikan oleh Prof.Dr. Kurnia Warman, S.H.,M.Hum dengan judul materi Penyelesaian Sengketa Pertanahan Berbasis Pengakuan Hak Masyarakat Hukum Adat Berdasarkan Hukum Agraria.

Dalam presentasinya, hal pertama yang dia sampaikan adalah bahwa dalam penyelesaian konflik, kejelasan subjek hak dan objek hak merupakan hal yang paling penting untuk segera dijadikan basis untuk menuju reforma agraria. Selain itu, menurut Prof Kurnia Warman yang paling penting dalam penyelesaian konflik adalah para pihak harus saling menguatkan untuk mencari jalan keluar yang terbaik dan menyarankan jalan negosiasi atau musyawarah.

Kemudian dalam presentasinya beliau mengulang beberapa kali poin, yakni hukum dibentuk untuk memenuhi kebutuhan kita dan untuk mencapai suatu tujuan. Namun tidak semua masalah dapat diselesaikan oleh hukum. Penyelesaian masalah atau pencapaian tujuan tersebut dapat diraih melalui kesepakatan para pihak. Masalah hukum selesai jika para pihak yang terlibat bersepakat selesai. Jika hukum tidak selesai dengan kaidah para pihak, maka diselesaikan dengan cara pembuktian. Yakni melalui pengadilan. Jangan bertumpu pada pengadilan, karena belum ada jaminan hasil dari pengadilan menghasilkan keharmonisan, keadilan. Pengadilan bersidang berdasarkan pembuktian. Sebetulnya dalam penyelesaian konflik kita sedang mencari rujukan, atau kata. Jika habis semua kata, maka yang dicari adalah kata mufakat. Mufakat ini didapatkan melalui pendekatan yang baik. Tugas kita adalah mengkondisikan orang-orang yang terlibat untuk mufakat.

Acara selanjutnya dilanjutkan oleh presentasi dari bapak Septri Widiono, SP., M.Si yang berjudul Reforma Agraria dan Penghidupan Berkelanjutan Masyarakat Desa. Dalam presentasinya beliau menyampaikan beberapa poin penting terkait reforma agraria sebagai berikut : 

  • Suatu wilayah yang tidak memiliki lagi sektor pertanian, akan bergantung pada wilayah sekitar yang masih memiliki sumber daya dan usaha dalam sektor pertanian. 
  • Konflik agraria mengakibatkan kerentanan sosial ekonomi dan menyebabkan ketidakpastian penghidupan.
  • Sumber dari konflik agraria adalah ketimpangan penguasaan lahan. RA bagi kebijakan pembangunan daerah menyediakan fondasi yang kokoh. RA juga mencita-citakan perlindungan lingkungan, pemerataan ekonomi.
  • RA memiliki proses : pra pembagian, pembagian dan pasca pembagian. Tujuannya untuk menjamin proses produksi pasca pembagian. Harus ada komitmen dari semua pihak untuk menjalankan RA agar tidak ada tanah mati pasca RA. 

Menurutnya, objek reform dalam konteks Malin Deman sudah sangat jelas yakni merupakan tanah hasil penyelesaian sengketa. Dan artinya, para pihak harus memastikan setiap orang harus memiliki perspektif yang sama untuk mengelola objek RA. Agar penyelesaian konflik selaras dengan pembangunan desa.