AKARNEWS. Akar Foundation bersama Komisi Nasional Hak Asasi Manusia mengadakan sosialisasi dan membuka Pos Pengaduan Pelanggaran HAM di Kabupaten Rejang Lebong dan Kabupaten Kepahiang Provinsi Bengkulu pada 10 s.d 11 November 2020 lalu. Kegiatan ini dihadiri langsung oleh Bapak Hairansyah, Koordinator Subkomisi Penegakan HAM/Komisioner Mediasi beserta tim di Bengkulu.
Ketika berkunjung ke Akar Foundation, Bapak Hairansyah menyampaikan bahwa pos pengaduan tersebut harus dibuka di Kabupaten Rejang Lebong dan Kepahiang. Sebab berdasarkan data aduan dua tahun terakhir KOMNAS HAM, kedua Kabupaten tersebut paling sedikit menyampaikan laporan kepada KOMNAS HAM atau bahkan bisa dikatakan tidak ada sama sekali. “Kami tentu senang sekali jika tidak ada laporan pelanggaran HAM yang terjadi ditengah-tengah masyarakat. Namun asumsinya, boleh jadi memang kondisi masyarakat di daerah tersebut kondusif. Tapi sebaliknya, tidak adanya laporan tersebut disebabkan masyarakat belum mengetahui fungsi dan kerja KOMNAS HAM atau bahkan tidak tahu bahwa kejadian pelanggaran HAM yang menimpa kepada dirinya adalah kasus pelanggaran HAM”, ucap Hairasyah.
“Sehingga pola yang ingin kami bangun adalah dengan menjemput bola. Yakni mengunjungi daerah-daerah potensi dan rentan kasus pelanggaran HAM. Secara teknis kami akan membuka pos pengaduan tersebut secara langsung di Desa Tebat Pulau Kabupaten Rejang Lebong dan Desa Bandung Jaya di Kabupaten Kepahiang. Kami akan menerima aduan langsung dari masyarakat yang ada di desa sembari melakukan sosialisasi. Selain itu, kami juga akan berkunjung ke Pemerintah Daerah untuk memetakan apakah dua Kabupaten tersebut sudah cukup responsif terhadap isu HAM”, sambung Hairansyah.
Selama dua hari bertemu dengan masyarakat dalam kegiatan sosialisasi dan pembukaan pos pengaduan tersebut, beliau selalu menekan-kan bahwa hak fundamental rakyat tidak hanya harus terpenuhi tetapi dilindungi dan di hormati oleh negara. HAM yang fundamental sebagai warga negara tersebut adalah hak Sipil dan Politik (SIPOL), serta hak ekonomi, sosial, budaya (EKOSOB) juga hak terhadap pelayanan publik yang adil tanpa diskriminasi.
Menurut Erwin Basrin, Direktur Eksekutif Akar Foundation jika melihat kondisi politik ekonomi Bengkulu saat ini, ancaman pelanggaran HAM sangat mungkin terjadi. Pintu masuk ancaman pelanggaran HAM tersebut adalah pembangunan daerah yang ditunggangi oleh oligarki. Ancaman itu semakin menakutkan pasca disahkan-nya UU Omnibuslaw nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Sebab, pola-pola perampasan terhadap ruang hidup rakyat dilegistimasi oleh negara.
“Selama ini, Akar melakukan pendekatan yang berbeda dengan KOMNAS HAM terhadap potensi atau kasus pelanggaran HAM di Bengkulu. Akar masuk melalui pendekatan kebijakan yang menjadi peluang untuk mereduksi kasus pelanggaran HAM itu sendiri, dan khusunya pada isu-isu tenurial. Akar mendorong pola-pola rekognisi terhadap hak-hak tenurial masyarakat lokal dan adat serta pola redistribusi dan legalisasi asset melalui kebijakan perhutanan sosial dan reforma agraria. Sejauh ini, skema ini mampu mereduksi konflik agraria dan tunggakan konflik lainnya seperti persoalan ekonomi, sosial dan budaya. Skema ini menjamin hak akses dan hak milik serta relasi masyarakat dengan ruang hidupnya”, sambung Erwin.
“Untuk itu kami; Komnas HAM berharap pemerintah daerah lebih responsif terhadap isu dan kasus-kasus pelanggaran HAM. Dan semoga dengan adanya Akar, kasus-kasus pelanggaran HAM di Bengkulu bisa di reduksi dan direspon lebih cepat melalui pola-pola penyelesaian konflik agraria” Ungkap Hairansyah