AKARNEWS – Perkumpulan Petani Pejuang Bumi Sejahtera (PPPBS) di damping oleh Tim AKAR Foundation mendatangi Gedung Daerah Balai Raya Semarak Bengkulu, Senin 19 Juni 2023 pagi. Kedatangan tersebut terkait audiensi dan penyerahan dokumen usulan Tanah Objek Reforma Agraria (TORA). Hal ini sebagai tindaklanjut dari hasil kesepakatan antara PPPBS, Forum Kades se-Kecamatan Malin Deman Kabupaten Mukomuko, Ketua BPD se-Kecamatan Malin Deman dan Akar Foundation sebagai NGO Pendamping, untuk mengajukan usulan Program Redistribusi TORA atas lahan Hak Guna Usaha (HGU) yang terlantar milik PT Bina Bumi Sejahtera (BBS). Kedatangan mereka disambut dan diterima di Ruang Rapat Gedung Daerah Balai Raya Semarak Bengkulu.

Kedatangan kami untuk melaporkan progres yang telah Akar Foundation bersama teman-teman PPPBS lakukan selama ini. Atas dasar surat pak gubernur tahun (2022) lalu, Bupati Mukomuko, H. Sapuan pun sudah membentuk Satuan Tugas Gugus Tugas Reforma Agraria (Satgas GTRA).  Karena banyak hal menjadi pertimbangan kami. Kami sarankan saat itu jalan yang paling memungkinkan menyelesaikan kasus ini melalui musyawarah dan itu skema legalnya ada”, terang Erwin.

Erwin melanjutkan bahwa Skema Satgas GTRA pada akhirnya telah terbentuk dan pihaknya juga turut bergabung. Pihak DPRD Mukomuko juga turut berperan aktif atas konflik agraria ini. Bahkan dari progres ini, keterlibatan pihak lainnya seperti BPN Kabupaten Mukomuko dan perusahaan dalam hal ini PT BBS juga hadir pada pertemuan terakhir belum lama ini. Adapun skenario yang disepakati bupati yaitu, dari luas lahan 1.889 hektar, sekitar 935 hektar diantaranya disepakati untuk dikeluarkan dari status HGU. Kemudian, dialihkan melalui pendaftaran tanah sistem lengkap (PTSL) oleh Satgas GTRA. Karena fakta di lokasi memang warga yang punya.

Lanjutnya, masyarakat Malin Deman tidak anti terhadap investasi. Perusahaan dipersilakan mengajukan perpanjangan atau membuat HGU baru atas lahan seluas 935 hektar tersebut. Namun  dengan syarat, perusahaan berkewajiban menyanggupi untuk menyisihkan 20% dari total luasan lahan tersebut atau seluas 187 hektar untuk masyarakat. Dari Skema penerima manfaat 20% itu dibentuklah satu tim di tingkat kecamatan yang diorganisir oleh Camat Malin Deman. Anggotanya para kades di Kecamatan Malin Deman dan beberapa tokoh adat.

“Nah skema yang 20% ini, masyarakat diskusikan apakah bentuknya (perkebunan) plasma atau bentuk lain. Karena di Kemenpan itu dampak skema yang bisa dilalui 20%. Ada masalah lain lagi bahwa di dalam HGU yang akan diperpanjang tersebut masih ada lahan masyarakat. Makanya usulan awal PTSL tidak langsung 935 hektar melainkan seluas 600 hektar. Dan itu anggotanya ada 187 orang”, paparnya.

Dari usulan 187 orang tersebut, fakta di lapangan teridentifikasilah ada 56 orang pemilik lahan dengan total luas lahan 173 hektar. Dari data ini, bahwa usulan kepemilikan lahan ini disepakati melalui skema TORA melalui GTRA dan tidak mungkin melalui PTSL. Mengingat juga lahan 173 hektar ini tersebar tidak di dalam satu wilayah. Sayangnya, usulan ini Pemkab Mukomuko belum bisa tindaklanjuti karena keterbatasan anggaran.

“Nah kedatangan kami ini bermaksud supaya pemangku kebijakan dalam hal ini bapak gubernur bisa mengambil sikap atas perkara tersebut. Mengingat juga luasan lahan yang tidak begitu terlalu luas. Dan juga objek tanahnya pun sudah jelas dan sudah dipetakan bahkan persil pun sudah,” harap Erwin.Gubernur Bengkulu, Prof. Dr. drh. H. Rohidin Mersyah, MMA berterima kasih dengan warga atas usulan masyarakat terkait TORA tersebut. Ditegaskannya, usulan TORA ini merupakan salah satu yang akan segera ditindaklanjut oleh Tim Satgas GTRA. Mengingat sebagaimana diketahui pihaknya belum lama ini sudah melakukan rapat kerja atas persoalan tersebut.

Persoalan ini sebenarnya sudah dipetakan oleh Satgas GTRA, tentu melalui bupati, walikota sebagai Ketua GTRA. Kemudian,  secara teknis melalui kantor BPN di kabupaten/kota. Persoalan (konflik agraria) seperti ini, lanjut gubernur, boleh dikatakan hampir di semua wilayah ditemukan. Untuk itu dibutuhkan prosedur yang benar supaya bisa dipertanggungjawabkan dengan data-data yang akurat.

“Pendekatan yang humanis dari semua pihak juga dibutuhkan. Karena persoalan ini tidak sesederhana yang kita bayangkan. Untuk menyelesaikannya makanya sengaja kami undang Akar Foundation yang biasa mendampingi masyarakat atas konflik ini. Akar ini kami lihat sudah berupaya bertemu dengan pemangku kepentingan baik itu di tingkat kabupaten maupun di tingkat provinsi”, paparnya.

Gubernur Rohidin menambahkan, terkait perpanjangan HGU itu kewenangan BPN dan merekalah yang akan berkoordinasi dengan perusahaan terkait. Selanjutnya, terkait proses sertifikasi tanah melalui skema pendaftaran tanah sistematis lengkap di lahan 935 hektar itu harus benar-benar clear and clean. Kordinasi antara aparat desa dengan BPN harus selaras. Lalu terkait lahan milik 56 KK itu harus ditelusuri lebih dalam supaya segera diusulkan proses sertifikasinya melalui TORA.

“Kami tetap memonitor. Kita memediasi, kita pantau. Karena jika dalam sebuah proses langsung diambilalih itu tidak boleh langsung-langsung begitu. Hirarki itu tetap kita jalankan, tetapi saya sepakat persoalan ini harus berjalan dan kita selesaikan. Apalagi tadi sudah dimonitor oleh pihak kementerian. Jika belum bisa tahun ini atau anggarannya tidak tersedia, itu kan bisa dibicarakan lagi” demikian gubernur.

Kepala Kanwil BPN Provinsi Bengkulu, Sukiptiyah, S.P., M.Si melalui Kepala Bidang Penetapan Hak dan Pendaftaran Adan Hawadi mengatakan, lahan HGU seluas 1.889 hektar yang dikuasakan oleh PT BBS tertera pada HJGU No. 34 tahun 1995. Dari luas 1.889 hektar ini, luas inti lahan seluas 935, 573 hektar. Dan luasan lahan enclave untuk masyarakat seluas 953,25 hektar. Dan itu sudah disepakti lahan enclave untuk masyarakat. Hanya saja belum bisa diproses karena masih banyak kesimpangsiuran informasi sehingga BPN melihat persoalan ini belum begitu clear and clean.

BPN juga mengakui bahwa lahan tersebut kini secara de facto dikelola oleh PT DDP. Terkait syarat 20% lahan pemanfaatan untuk warga di Malin Deman yang sudah disepakati pihaknya membebaskan pemilihan lahannya.

“Silakan ambil (lahan) dari area mana maunya warga. Bisa juga nanti ambil dari area inti yang di lahan 935 hektar. Silakan kesepakatan antara masyarakat penerima plasma dengan pihak PT BBS”, kata Adam.

Pada prinsipnya, BPN siap menjalankan perintah gubernur untuk me-redistribusi tanah atas persoalan ini. Namun pihaknya terkendala di terbatasnya anggaran sehingga kesannya tidak bisa segera direalisasikan.

“Artinya, kalau tahun ini belum bisa diproses, semoga tahun depan diusulkan kembali. Dan kalau sudah clear and clean, kami siap proses”, demikian Adam.

Sekretaris PPPBS Lobian Agrianto menjelaskan, keanggotaan komunitasnya berasal dari perwakilan warga di 7 desa di Kecamatan Malin Deman. Yaitu Desa Talang Arah, Air Merah, Serami Baru, Lubuk Talang, Talang Baru, Semambang Makmur dan Gajah Makmur. Ada 56 KK (Kepala Keluarga) yang tergabung di PPPBS. Lobian berharap usulan TORA dari PPPBS dapat direalisasikan. Juga skema melalui PTSL murni milik lahan masyarakat yang memang sudah menjadi kebun warga sebelum PT BBS pada tahun 1995 menguasai HGU seluas 1.889 hektar tersebut. Ditambah lagi sejak kehadiran PT DDP pada 2005 lalu, masyarakat yang berlahan di lahan 953 hektar ini tidak bisa diterbitkan surat kepemilikan tanah (SKT) nya.

“Kami berharap dari kesepakatan rapat Satgas GTRA pada 10 April 2023 lalu, semoga lahan itu nantinya dilepaskan dari HGU nya. Pihak perusahaan dan warga juga sudah setuju itu. Semoga 3 skema yang disepakati itu bisa direalisasikan”, demikian harapnya.(NOVI/AKAR)