AKARNEWS. Senin (21 Maret 2022) Akar Foundation Mendampingi Pengurus serta perwakilan anggota Perkumpulan Petani Pejuang Bumi Sejahtera (PPPBS) melakukan audiensi dengan Wakil Gubernur di Kantor Gubernur. Audiensi ini dihadiri langsung oleh Dr. H. Rosjonsyah, S.I.P, M.Si selaku Wakil Gubernur dan Ricky Gunawan selaku Kadis Pertanian dan Perkebunan Provinsi Bengkulu. 

“Sejak tahun 2021 lalu, Akar bersama dengan PPPBS telah mengusulkan program Tanah Objek Reforma Agraria (TORA). Surat usulan tersebut telah diajukan kepada Kanwil ATR/BPN Provinsi Bengkulu dan diteruskan ke beberapa pihak lainnya termasuk Gubernur Bengkulu dan Bupati Mukomuko. Jumlah calon subjek TORA yang mengusulkan berjumlah 187 orang, sementara luas objek yang diusulkan berjumlah 603,5 Ha. Objek lahan yang diusulkan tersebut merupakan lahan HGU PT BBS yang ditelantarkan dan tidak dioptimalkan sejak tahun 1997. Dan sebagian besar adalah lahan milik masyarakat secara turun temurun dan yang tidak mendapatkan ganti rugi dari perusahaan.” Ujar Erwin Basrin selaku Direktur Akar Foundation. 

Erwin juga menambahkan bahwa Sejak sebelum Akar masuk ke Malin Deman, konflik antara masyarakat dan pihak perusahaan terus bergejolak. Sehingga Akar membantu mendorong resolusi konflik untuk mereduksi dampak yang timbul dan merugikan masyarakat melalui skema TORA. Namun, sayangnya proses penyelesaian konflik agraria melalui skema TORA ini melambat di tingkat pemerintah kabupaten. Pembentukan Tim GTRA Kabupaten yang dimandatkan oleh Gubernur Bengkulu kepada Bupati Mukomuko melalui suratnya nomor 600/1675/B.1/2021 tentang Tim Gugus Reforma Agraria, sampai saat ini belum terbentuk juga. Padahal situasi lapangan semakin hari semakin memanas.

Dinar, Manager Program dan Strategi Akar juga mempertegas tujuan audiensi yang dilaksanakan tersebut. “Tujuan audiensi ini sebetulnya ingin mendapatkan respon yang cepat dari Pemerintah Daerah terkait kondisi faktual yang saat ini tengah dihadapi oleh masyarakat Malin Deman khususnya petani. Saat ini, ada 60 orang aparat kepolisian yang masuk ke lahan garapan masyarakat. Mereka mengawal staf PT BBS untuk beraktivitas kembali di lahannya, setelah sekian lama tidak beroperasi. Bukan hanya itu, pihak aparat bersama dengan pihak perusahaan juga melakukan pembakaran pondok-pondok milik anggota PPPBS serta melakukan penangkapan terhadap beberapa masyarakat. Sehingga yang saat ini kami butuhkan adalah perlindungan hukum bagi 187 orang petani anggota PPPBS agar tidak dikriminalisasi oleh aparat dan tetap dapat berkebun kembali dengan aman tanpa ancaman dan gangguan dari pihak lainnya. Hal ini diperlukan karena lahan garapan mereka adalah satu-satunya sumber penghidupan yang mereka miliki”.

Wakil Gubernur Bengkulu dalam audiensi tersebut berpendapat bahwa dalam menyikapi situasi ini, Pemerintah tidak bisa saling melangkahi. Jika Pemerintah Kabupaten tidak sanggup menangani kasus ini, maka selayaknya Pemerintah Kabupaten harus bersurat kepada Pemerintah Provinsi untuk mengambil alih kasus tersebut. Setelahnya, proses penyelesaian konflik secara terpadu dapat dilakukan di tingkat provinsi.

Menyambungkan Pendapat dari Wagub, Kadis Pertanian dan Perkebunan Provinsi Bengkulu menambahkan bahwa untuk menyelesaikan kasus ini, pihak perusahaan juga mesti dilibatkan. Karena sebetulnya, informasi yang berkaitan dengan profil perusahaan tersebut juga sulit didapatkan oleh pemerintah. Namun, beliau menyarankan upaya apapun yang dilakukan oleh masyarakat dapat dilakukan sesuai dengan hukum yang berlaku. 

“Karena untuk berhadapan dengan perusahaan, sebetulnya kekuatan masyarakat lemah. Disini pemilik dan bentuk izinnya jelas, dan masih beroperasional meskipun pengelolaannya dilimpahkan kepada perusahaan lain. Selain itu, menurutnya siapa pun tidak berhak menyatakan bahwa lahan HGU tersebut terlantar kecuali jika pemerintah telah menyatakan bahwa HGU tersebut terlantar dan jika pemilik izin juga bersedia mendistribusikannya kepada masyarakat. Dan proses distribusi juga tidak semerta-merta dilakukan oleh pihak perusahaan kepada masyarakat, atau klaim sepihak dari masyarakat. Tanah yang menjadi objek sengketa tersebut harus kembali dulu ke pemerintah, setelahnya pemerintahlah yang berkewajiban mendistribusikan tanah tersebut kepada masyarakat yang memiliki kualifikasi yang tepat untuk menjadi subjek TORA.” Ujar Kadis Pertanian.

Dalam statement penutupnya, Wagub menyarankan sembari mendorong proses percepatan usulan TORA oleh PPPBS, masyarakat menahan diri dulu untuk sementara tidak beraktivitas di lahan agar tidak berhadapan langsung dengan aparat. Karena jika terjadi bentrok, masyarakatlah yang paling dirugikan. Sementara, kepada Akar Foundation sebagai fasilitator, untuk dapat menginisiasi pertemuan antar pihak dalam waktu yang dekat. Koordinasi para pihak ini penting untuk mencegah terjadinya dampak yang lebih luas, khususnya dampak yang harus dirasakan oleh masyarakat di Malin Deman. 

“Bagaimanapun skema akhirnya nanti, kami ingin Proses GTRA itu bisa dipercepat dan masyarakat yang ada di dalam sana bisa aman dari berbagai ancaman terutama yang menyasar keluarga kami. ” Ujar Lobian selaku Sekjen PPPBS pada akhir pertemuan. 

Dalam waktu dekat, Akar Foundation bersama PPPBS akan bekerjasama untuk membuat pertemuan dengan para pihak untuk secara prosedur dapat mendorong percepatan pembentukan Tim GTRA Mukomuko agar dapat menghindari hal-hal yang akan merugikan pihak khususnya masyarakat ditingkat tapak.