AKARNEWS. Rabu, 19 Januari 2022 Akar Foundation bersama 15 orang perwakilan Masyarakat Hutan Adat (MHA) Rejang yang berasal dari Kelurahan Topos, desa Embong 1, Embong dan Desa Kota Baru melakukan hearing dan audiensi kepada DPRD Kabupaten Lebong (komisi 1) dan Bupati Lebong. Hearing dan audiensi ini dilalukan secara sequence. Hearing dan audiensi pertama dilakukan dengan DPRD Kabupaten Lebong di ruang rapat interen Gedung DPRD Kabupaten Lebong dengan dipimpin oleh ketua komisi 1. Adapun untuk hearing dan audiensi kedua dilakukan dengan Bupati Lebong beserta beberapa perangkat daerah lainnya yakni Staf Ahli, Asisten 1, Kabag Hukum Pemkab Lebong, Dinas LH, Dinas PMPSPT, Dinas PMDSOS.

Dalam agenda audience/hearing ini, Erwin Basrin selaku Direktur Eksekutif Akar Foundation menyampaikan bahwa tujuan dari hearing ini adalah mendapatkan dukungan dari Pemerintah Daerah Kabupaten Lebong untuk mempercepat proses advokasi usulan Hutan Adat Demong Samin dan usulan desa Adat Topos di Kabupaten Lebong. Dukungan ini diperlukan untuk memperkuat hak-hak MHA Rejang dalam mengakses dan mengelola ruang hidupnya dan mengembangkan model pengelolaan sumber daya alam. Baik untuk kepentingan ekonomi maupun ekologi yang terintegrasi dengan rencana pembangunan daerah.

Kemudian juru bicara/perwakilan MHA Topos Arianto menyampaikan maksud dan tujuan MHA Topos melalukan audiensi hari ini adalah untuk pengajuan usulan perubahan status kelurahan Topos menjadi desa Adat. Alasan dan urgensi usulan desa Adat Topos ini adalah :
1. Memperkuat dan melestarikan nilai-nilai dan praktik kebudayaan adat Rejang ditengah-tengah perkembangan zaman yang semakin dinamis
2. Mereduksi tegangan konflik dengan mempekuat hukum dan kelembagaan hukum adat MHA Topos

 

 

 

 

 

 

 

 

Penyampaian terkait urgensi tersebut diawali dengan Serambeak dan diiringi dengan Bokoa Iben dalam bahasa Rejang asli sebagai berikut:

” Stabik magea lenget de jenunjung, stabik magea bumai de tnapok, stabik magea pengetuwai sadei, stabik magea mulo jijai, stabik magiak kumu sedayo de rapek, stabik magea tuan de ade kuaso… Dio ade iben pengecek madep rajo, iben ade de picik nik, pinang ade de piyok alus, iben de picik nik bi teletok pinang de piyok alus bi sapei… Keme teko kundi belek tebo, min peritek ngen bito de bi sepakat neak das butau bimo… Keme belilia makei satang buluak uai, liwet lubuk lem ngen napea tajem, ade geregeak uteu butau ne licin, btemau kulo ngen butau amau sipahit lideak. Akhir ne belabuak neak pangkalan agung, keme bi saleak dugo ngen kumu, keme sako bakea ujen dok kemarau abau, ternyato keme dapet ujen mas kmarau itan, awei padeak kundi ayok ne, keme minyo ade hmaneu hmicang, adepun hmaneu hmicang keme adeba : debilai bi cigai, demingau bi lalau, debulen de bisudo keme beramok kmopoa tun de ade neak kutai natet, majok musyawarah untuk membahas sadei adat neak sadei topos, ules ne duo be bakea utung ngen keme rugai ngen kumu, sekiro ne keme blayea makei biduk pecuak tulung kumu tmapit, awei o kulo de luyen ne.. jano de snapei keme nyo be sekiro ne ja’ang tulung kumu keme’ef, amen si kusut tulung kumu muroi amen si kuang tukung kumu tmameak, keme bkinoi dengen sunguak jano de keme bkinoi nam kumu melei..”

 

Selanjutnya Saudia, perwakilan badan pengurus Hutan Adat Demong Samin, Kecamatan Uram Jaya menyampaikan bahwa perjuangan untuk mendapatkan kembali hak mereka terhadap HA saat ini mengalami kendala. Seperti pepatah mengatakan “Tmepek biduk de nmin blayea”, Ibarat perahu, perjuangan MHA Rejang ini seperti membawa perahu yang bocor, dan butuh bantuan untuk berlabuh. Sehingga saat ini, kebutuhan MHA Rejang adalah dukungan yang kuat dari Pemerintah daerah. Beliau juga meyakinkan para pihak bahwa Perjuangan ini adalah murni perjuangan masyarakat, tidak ada kepentingan dari kelompok atau golongan kepentingan tertentu. Tujuan perjuangan ini adalah untuk anak cucu bukan untuk elit adat, atau tokoh-tokoh adat yang sudah tua. Sebab, apabila pemerintah mendukung gerakan ini, maka pemerintah juga yang mendapatkan keuntungan sumber daya alam jika dikelola oleh perusahan-perusahaan besar, sehingga yang tersisa untuk kita hanya kerusakan. Sementara jika sumberdaya dikelola oleh masyarakat, maka hal tersebut akan membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pelestarian lingkungan hutan sehingga tidak ada lagi hal yang tidak menguntungkan bagi Pemerintah jika masyarakatnya bahagia.

Zelig Hamka selaku staf advokasi Akar Foundation turut menyampaikan prosedur dan peluang hukum terhadap perubahan status kelurahan menjadi desa adat. Dalam kasus MHA Rejang di Kabupaten Lebong, khususnya MHA Topos peluang hukum dan syarat penetapan desa Adat diperkuat dengan adanya perda nomor 4 tahun 2017 tentang Pengakuan dan Perlindungan MHA Rejang di Kabupaten Lebong. Sehingga yang perlu pemerintah daerah lakukan adalah :
1. Menerbitkan SK Penetapan Kutai Topos
2. Membentuk Tim Penataan Desa tingkat kabupaten
3. Menerbitkan Perbup sebagai peraturan pelaksana Perda nomor 4 Tahun 2017 yang berkaitan dengan Penetapan Desa Adat (pasal 9).

Secara umum, respon dari pemerintah kabupaten Lebong sangat baik. Mereka mendukung usulan desa Adat Topos dan akan merencanakan proses percepatan Hutan Adat Demong Samin bersama stakeholder lainnya termasuk melakukan audiensi terhadap KLHK dan Kemendagri.

 

  • Serambeak adalah kata atau ucapan atau kalimat dalam bahasa Rejang yang mengandung nilai-nilai kearifan lokal dan disampaikan dengan bentuk kiasan.
  • Bokoa Iben (bakul sirih) adalah salah satu pusaka adat masy Adat Rejang yang menjadi simbol dalam setiap ritual atau acara Adat Rejang. Bokoa Iben ini adalah perwujudan dari perangkat kelembagaan adat Rejang.