Oleh: Ferdi Hardial
Energi panas bumi, atau geothermal energy, adalah sumber energi terbarukan yang berasal dari panas dalam inti bumi. Dalam beberapa dekade terakhir, energi ini semakin penting dalam diskusi transisi menuju sumber energi berkelanjutan. Keunggulan energi panas bumi terletak pada kemampuannya menyediakan energi yang bersih, stabil, dan hampir tidak terbatas, berbeda dengan energi terbarukan lain seperti angin dan matahari yang bergantung pada kondisi cuaca. Energi panas bumi dapat digunakan untuk pembangkit listrik skala besar maupun untuk pemanasan di daerah beriklim dingin, menjadikannya sumber daya yang sangat fleksibel. Dengan efisiensi konversi yang tinggi dan emisi karbon rendah, energi panas bumi berpotensi menjadi komponen kunci dalam upaya global mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil dan meminimalkan dampak perubahan iklim.
Meskipun potensi energi panas bumi besar, pemanfaatannya masih menghadapi tantangan teknis, ekonomi, dan lingkungan yang perlu diatasi. Pengembangan dan penerapan energi panas bumi telah meningkat secara global, terutama di negara-negara seperti Amerika Serikat, Islandia, Filipina, dan Indonesia. Teknologi ekstraksi dan konversi panas bumi terus berkembang, memungkinkan pemanfaatan lebih efisien. Namun, biaya awal yang tinggi, risiko geologis, dan kebutuhan akan kebijakan yang mendukung masih menjadi hambatan signifikan.
Pertambangan di Kabupaten Lebong merupakan kegiatan yang sarat dengan risiko, tidak hanya berupa rusaknya lingkungan hidup, tetapi juga terancamnya tingkat kesejahteraan masyarakat yang berada di sekitar lokasi pertambangan yang menggantungkan hidupnya dari alam dengan memanfaatkan kekayaan alam yang ada, termasuk di lokasi pertambangan. Dengan jumlah penduduk mencapai 108.728 jiwa, 20% atau sebanyak 21.746 jiwa dikategorikan sebagai penduduk miskin atau di bawah garis kemiskinan berdasarkan data BPS Kabupaten Lebong. Sebagian besar penduduk yang dikategorikan di bawah garis kemiskinan yang ada di Kabupaten Lebong berada di sentra pertambangan (minerba dan panas bumi) serta desa-desa sekitar hutan. Salah satu upaya yang dapat didorong untuk menurunkan angka kemiskinan di tingkat Desa adalah dengan mengoptimalkan tata kelola Alokasi Dana Desa (ADD). Selain Dana Alokasi Umum (DAU), sumber ADD juga berasal dari Dana Bagi Hasil (DBH), baik DBH pajak maupun Sumber Daya Alam (DBH SDA)
Energi panas bumi juga memiliki manfaat lingkungan dan ekonomi. Secara lingkungan, energi ini menghasilkan emisi gas rumah kaca yang jauh lebih rendah dibandingkan bahan bakar fosil, serta menawarkan stabilitas pasokan energi yang tidak bergantung pada cuaca. Secara ekonomi, pengembangan proyek panas bumi dapat menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan pendapatan pemerintah. Namun, ada kekhawatiran tentang dampak jangka panjang terhadap ekosistem lokal dan distribusi manfaat ekonomi yang adil di antara pemangku kepentingan. Selain itu, energi panas bumi menghadapi tantangan sosial, seperti dampak terhadap komunitas lokal di area proyek. Gangguan pada kehidupan masyarakat setempat, distribusi manfaat ekonomi yang tidak merata, dan ketidakpastian kebijakan pemerintah menjadi isu yang memerlukan perhatian. Untuk mengoptimalkan manfaat energi panas bumi, diperlukan pendekatan yang lebih inklusif dan adil, dengan mempertimbangkan kesejahteraan sosial dan ekonomi masyarakat lokal.
Melalui Program Pengembangan Inovasi Penanggulangan Kemiskinan yang di dukung oleh Ford Foundation di empat daerah di Indonesia, Akar Global Inisiatif bekerjasama dengan Pusat Telaah dan Informasi Regional (PATTIRO) sebagai bagian dari mitra Ford Foundation, memfasilitasi kegiatan serial pertemuan dengan Pemerintah Desa untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan mereka dengan menyusun dan merumuskan inovasi Rencana penanggulangan kemiskinan, kegiatan ini bertujuan untuk mengevaluasi secara komprehensif dan melibatkan masyarakat desa sekitar wilayah kerja proyek terkait dampak energi panas bumi, baik positif maupun negatif. Dengan fokus pada integrasi dampak lingkungan, sosial, dan ekonomi, dan diharapkan dapat memberikan panduan berbasis bukti bagi pengambilan keputusan dan kebijakan di pemerintah kabupaten lebong. Pendekatan yang lebih sistematis dan multisatekeholder akan digunakan untuk menawarkan pandangan holistik mengenai efek energi panas bumi terhadap lingkungan dan masyarakat. Hal ini akan menjadi kontribusi penting dalam merumuskan kebijakan yang lebih efektif dan berkelanjutan dalam pengembangan energi panas bumi.
Dalam konteks eksplorasi dan produksi energi panas bumi, sesuai dengan UU Nomor 21 tahun 2014 dan PP nomor 28 tahun 2016 tentang besaran dan tata cara tentang pemberian bonus panas bumi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sekitar proyek pembangkit listrik tenaga panas Bumi ( PLTP) dapat di pahami oleh desa-desa yang secara langsung bersentuhan dengan kawasan tersebut. Sehingga terdapat upaya untuk mengelola dampak sosial dan ekonomi yang timbul di sekitar wilayah eksplorasi. Salah satu contoh nyata adalah di Desa Danau Liang, Kecamatan Lebong Tengah, Kabupaten Lebong, yang menjadi bagian dari ring 1 dalam wilayah kerja eksplorasi panas bumi dengan potensi kapasitas mencapai 2 x 55 MW. Desa-desa di sekitar wilayah eksplorasi ini berhak menerima bonus produksi sebagai bentuk kompensasi dan kontribusi terhadap kesejahteraan masyarakat setempat, sejalan dengan kebijakan diatur dalam regulasi tersebut. Hal ini menjadi langkah penting dalam memastikan bahwa pengembangan energi panas bumi tidak hanya memberikan manfaat pada skala nasional, tetapi juga mendukung perkembangan sosial ekonomi masyarakat di tingkat lokal seperti di desa danau liang kecamatan Lebong Tengah, Kabupaten Lebong