AKARNEWS. Pada akhir penutupan bulan Oktober, Akar Foundation menyelenggarakan 2 kegiatan besar terkait penyelesaian konflik Agraria menyangkut kedaulatan lahan yang sedang diurus bersama Perkumpulan Petani Pejuang Bumi Sejahtera (PPPBS) Mukomuko.

“Kegiatan ini memiliki 2 tujuan, baik secara internal dan eksternal. Secara internal, kegiatan ini bertujuan untuk memperkuat institusional PPPBBS. Adapun Secara Eksternal, kegiatan ini bertujuan untuk mendorong percepatan Redistribusi Lahan melalui skema TORA. Sehingga untuk mewujudkan tujuan eksternal tersebut, Akar Foundation bersama para petani melakukan audiensi dengan Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah (27 Oktober 2021) sembari membahas tujuan eksternal kami yang juga dihadiri oleh Asisten 1 Pemprov, Kadis DLHK Provinsi, dan Kabag Pemerintahan Pemprov.” Ucap Dinar selaku Manager Program dan Strategi Akar Foundation.

Dinar juga melanjutkan bahwa dalam audiensi tersebut ada 3 poin yang mesti ditindak lanjuti oleh Gubernur

  1. Menyurati Bupati Mukomuko untuk segera membentuk Gugus Tugas Reforma Agraria di Kabupaten Mukomuko.
  2. Membuat kesepakatan antara masyarakat dengan perusahaan untuk tidak mengambil wilayah dalam status quo dan masyarakat tidak memperluas lahan yang sudah digarap.
  3. Usulan TORA yang diusulkan bersama PPPBS tersebut dijadikan Lokasi Prorioritas Reforma Agraria

Gubernur Bengkulu pada saat itu menerima langsung audiensi yang di gagas oleh Akar Foundation untuk membahas penyelesaian konflik Agraria di Kec. Malin Deman Kab. Mukomuko yang menyangkut persoalan lahan Hak Guna Usaha (HGU) yang sudah cukup lama terbengkalai seluas kurang lebih 678 hektar dan kemudian digunakan dan dikelola oleh masyarakat untuk berkebun di lahan tersebut, sehingga menimbulkan konflik.

Audiensi Petani yang tergabung dalam Perkumpulan Petani Pejuang Bumi Sejahtera (PPPBS) di dampingi Lembaga Akar Foundation untuk membahas dan mendesak percepatan Redistribusi Lahan melalui skema TORA dengan Gubernur Bengkulu, Rohidin Mersyah.

Dikutip dari laman website Pemprov Bengkulu, Gubernur menyatakan bahwa dalam 3 hari ke depan akan menyurati Bupati Mukomuko untuk membentuk tim TORA, sehingga persoalan konflik ini menjadi salah satu objek yang mereka usulkan untuk diselesaikan. Gubernur juga mengatakan bahwa sebenarnya dalam hal ini, pihak perusahaan yang bilamana lahan memang sudah terbengkalai dan sudah tidak terkuasai, memberikan ruang kesempatan usaha kelola lahan masyarakat setempat.

“Saya minta keikhlasannya untuk dilepas. Untuk lahan yang masih dikuasai oleh perusahaan tentu bisa dilanjutkan sehingga bisa leluasa melakukan kegiatan investasi. Mudah-mudahan dengan titik temu seperti ini sengketanya bisa selesai,” minta Gubernur.

Setelah melakukan audiensi langsung dengan Gubernur Bengkulu di Gedung daerah pada tanggal 27 Oktober, Akar Foundation kembali memfasilitasi untuk diadakannya kongres bersama 35 orang petani PPPBS Mukomuko di Hotel Seruni selama 2 hari sejak tanggal 28-29 Oktober. Kegiatan ini menghasilkan kesepakatan yakni mendesak Bupati Mukomuko untuk membentuk Gugus Tugas Reforma Agraria dan percepatan pelaksanaan program redistribusi TORA. Peserta kongres juga memberikan pernyataan sikap menolak segala bentuk perampasan terhadap lahan garapan yang dikelola petani dan menolak segala bentuk kriminalisasi terhadap petani penggarap.

Surat yanng dikeluarkan Gubernur untuk Bupati Mukomuko terkait pembentukan GTRA

Tepat pada tanggal 29 Oktober dihari akhir pelaksanaan Kongres, Gubernur Bengkulu juga mengeluarkan surat yang ditujukan kepada Bupati Mukomuko perihal perintah  berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 86 tahun 2018 tentang Reforma Agraria, pasal 19 pemerintah kabupaten/kota membentuk Tim Gugus Tugas Reforma Agraria, yang bertugas menetapkan kebijakan dan rencana Reforma Agraria, melakukan koordinasi/penyelesaian kendala, dan melakukan pengawasan serta pelaporan.

Tim Gugus Tugas Reforma Agraria diatas dapat melakukan tugas untuk menyelesaikan konflik Lahan HGU No. 34 a.n PT. Bina Bumi Sejahtera seluas 1.889 Ha di Kecamatan Malin Deman Kabupaten Mukomuko yang saat ini telah menjadi konflik agraria seluas 667 Ha, untuk diusulkan menjadi tanah objek Reforma Agraria (TORA) sesuai amanat Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2010 tentang penertiban dan penyalahgunaan Tanah terlantar.

“Kami berharap permasalahan ini bisa selesai, karena ini menyangkut hak ruang hidup masyarakat dalam konteks ini tanah, ada kebijakan yang membolehkan masyarakat mendapatkan hak untuk tanah melalui reforma agraria, karena salah satu objeknya adalah tanah lahan-lahan yang terlantar oleh pemilik HGU,” Tegas Erwin, Direktur Akar Foundation.