Bubuk kopi Akar yang merupakan akronim dari Aroma Kopi Alami Rejang, bubuk kopi ini berjenis Robusta berasal dari kawasan hutan Lindung Bukit Daun Register 5, Kawasan hutan Lindung yang di kelola oleh 721 Kepala Keluarga yang tersebar di Desa Air Lanang, Tanjung Dalam, Tebat Pulau, Tebat Tenong Dalam dan Desa Baru Manis Kabupaten Rejang Lebong. Pengelolaan hutan oleh masyarakat dilakukan melalui Skema Hutan Kemasyarakatan (HKm), salah satu skema Perhutanan Sosial menuju pengelolaan hutan berkelanjutan dan berkontribusi pada peningakatan kesejahteraan dan kelestarian ekologi.
Kopi Robusta atau yang disebut dengan Coffea Canephora temukan di Kongo sekitar tahun 1895 oleh Emil Laurent, pada awalnya hanya dikenal sebagai semak atau tanaman liar yang mampu tumbuh hingga beberapa meter tingginya dan termasuk dalam kelas Dicotyledonae dan bergenus Coffea dari famili Rubiaceae. Di kawasan kelola masyarakat pengelola Hutan Kemasyarakatan di Kawasan Hutan Lindung Bukit Daun, jenis kopi ini memiliki akar tunggang yang tumbuh tegak lurus sedalam hampir 65 cm dengan warna kuning muda. Batang dan cabang-cabang kopi dapat tumbuh hingga mencapai ketinggian 2-6 meter dari permukaan tanah.
Dari literature tentang kopi, di Indonesia kopi sudah terkenal semenjak tahun 1696 ketika Walikota Asterdam, Nicholas Witsen memerintahkan komandan pasukan Belanda di Pantai Malabar, Adrian Van Ommen, untuk membawa biji kopi ke Batavia berjenis arabika dan beberapa waktu kemudian kopi ini menyebar ke berbagai daerah termasuk ke Pulau Sumatera. Pada tahun 1900 Pemerintah Belanda mendatangkan kopi jenis Robusta (Coffea Canephora) yang ternyata tahan terhadap penyakit karat daun dan memerlukan syarat tumbuh serta pemeliharaan yang ringan , sedangkan produksinya jauh lebih tinggi. Maka kopi Robusta menjadi cepat berkembang menggantikan jenis Arabika khususnya di daerah-daerah dengan ketinggian di bawah 1.000 m dpl.
Bengkulu merupakan provinsi yang masuk lima besar sebagai produsen kopi Se-nusantara. Dan, Bengkulu dikenal sebagai provinsi di “segitiga emas robusta” selain Lampung dan Sumatera Selatan. Ada dua kabupaten di Bengkulu yang menjadi area pertanian rakyat dan kopi komoditi utamanya, yakni Kabupaten Kepahiang dan Rejang Lebong. Di dua kabupaten ini terdapat Bukit Kaba, gunung berapi yang tidak aktif lagi dan berkontribusi pada kesuburan tanah sehingga kawasan sekitar Gunung Kaba ini digadang-gadang sebagai “surga kopi”.
Sebelum dilakukan perjanjian London pada tahun 1824, di mana Bengkulu diserahkan ke Belanda, komoditi kopi di Bengkulu kemudian mampu mengontrol monopoli dagang komoditi dunia. Sejarah kopi di Bengkulu adalah secara invasi, penaklukan, sekaligus menjanjikan masa depan yang ceria dengan demikian kopi dan kebudayaan saling mendukung dan menguatkan diantar keduanya, bahkan kopi menjadi bagian identitas petani.
Kopi dan Konservasi
Di Kabupaten Rejang Lebong, kebudayaan mempengaruhi budidaya kopi, masyarakat local di Rejang Lebong mengenal tanaman kopi aslinya tumbuh di bawah tajuk pohon hutan tropis, mereka menyebutnya “baying kupi” tidak di kawasan terbuka cahaya matahari, petani kopi sebenarnya telah mengambil manfaat dari sistem kebun kopi bernaungan jenis-jenis pohon (shaded grown coffee), seperti sedikit perawatan, tutupan tajuk kebun mirip hutan yang meningkatkan keanekaragaman hayati tumbuhan dan satwa liar; berperan sebagai tempat pengungsian satwa liar yang hidup di hutan alam (satwa mamalia dan burung), melindungi keberadaan jenis musang untuk penyebar biji kopi dan menghasilkan jenis kopi special dan tanaman kopi dapat berdampingan dengan pohon yang bermanfaat ekonomi, sehingga meningkatkan keragaman sumber pendapatan bagi petani.
Kopi dan Kesejahteraan
Izin Kelola Hutan Kemasyarakatan (HKm) di 5 desa di kawasan Hutan Lindung Bukit Daun register 5 di berikan ke 721 Kelapa Keluarga yang tergabung di 5 Gapoktan seluas 1.486,61 hektar, legalitas asset ini. Pemberian izin tersebut didasarkan pada Keputusan Bupati Rejang Lebong Nomor 180.186.III Tahun 2015 Tentang Pemberian Izin Usaha Pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan (IUPHKm) Kepada Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) dalam Kabupaten Rejang Lebong. Hasil dari study potensi yang dilakukan oleh Akar Foundation di tahun 2016 terdapat 957 Ha luas lahan efektif dengan tingkat panen kopi berkisar 900 – 2.500 Kg per hektar. Rata-rata pertahun petani Hutan Kemasyarakatan memproduksi kopi dalam bentuk green bean mencapai 1.135 ton/tahun. Jika green bean dengan kwalitas standar ditingkat pengumpul kampung dihargai Rp. 19.000 maka akumulasi pendapatan dari sector komoditi kopi senilai Rp. 21.565.000.000. dan hasil penelitian Akar Foundation di Desa Air Lanang kontribusi kontribusi kopi ini mencapai 52,5 persen dari pendapatan total.
Implementasi Bisnis Hasil Hutan Kayu: Kopi Akar (Aroma Kopi Alami Rejang)
Melihat tingginya kontribusi kopi terhadap konservasi kawasan dan peningkatan kesejahteraan serta eratnya kebudayaan yang melingkupi budidaya dan produksi kopi. 5 Gapoktan bersepakat membuat unit ekonomi yang bertujuan untuk peningkatan solidaritas dan kesejahteraan bersama petani Hutan Kemasyarakatan. Kelembagaan Koperasi menjadi pilihan sebagai media mencapai tujuan bersama tersebut, pada tanggal 2 April 2016 bertempat di Desa Tebat Pulau terbentuklah Koperasi “Cahaya Panca Sejahtera” yang didirikan oleh 20 orang yang merupakan perwakilan dari 5 Gapoktan, ke 20 orang pendiri Koperasi ini di latih secara serius baik pertemuan dalam kelas maupun di luas kelas oleh Direktur Eksekutif Non Timber Forest Products–Exchange Programme Jusupta Tarigan menggunakan model Community Livelihood Assesment and Products Scanning (CLAPS), serta penguatan pemahaman skema bisnis oleh Koperasi Riset Purusha dan Indoprogress.
Salah satu bentuk produk yang di produksi oleh Koperasi Cahaya Panca Sejahtera bertempat di Ruang Pola Kantor Bupati Rejang Lebong pada tanggal 8 November 2016 masyarakat penggarap Hutan Kemasyarakatan (HKm), Pemerintahan Daerah Kabupaten Rejang Lebong bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan meluncurkan Bubuk Kopi dengan Merek Akar (Aroma Kopi Alami Rejang) terdapat 4 buah stan Exhibition pada kegiatan ini yang masing-masing menampilkan informasi terkait dengan tata kelola hutan, info produk dan proses pengelolaan bubuk kopi oleh masyarakat yang dimotori oleh ibu-ibu petani HKm, dokumentasi proses perjuangan yang dilakukan Akar Foundation bersama masyarakat serta tata cara penyeduhan kopi. Kopi bermerek Akar tidak hanya sebagai media publikasi keberlanjutan tata produksi kawasan tetapi mewakili identitas geografis dan kelestarian kawasan dimana harapan masa depan diletakkan.