Terhitung mulai 26 Maret 2015, Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Maju Jaya di Desa Tanjung Dalam, Gapoktan Tri Setia di Desa Tebat Pulau, Gapoktan Enggas Lestari di Desa Tebat Tenong Dalam, Gapoktan Rukun Makmur di Desa Barumanis dan Gapoktan Tumbuh Lestari di Desa Air Lanang diberikan izin untuk memanfaatkan areal di kawasan Hutan Lindung Bukit Daun dengan luas total 1.486,35 hektar melalui skema Hutan Kemasyarakatan (lihat tabel). Pemberian izin tersebut didasarkan pada Keputusan Bupati Rejang Lebong Nomor 180.186.III Tahun 2015 Tentang Pemberian Izin Usaha Pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan (IUPHKm) Kepada Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) dalam Kabupaten Rejang Lebong.
Desa, Nama Gapoktan, Jumlah Kelompok, Jumlah Anggota dan Luas Areal Izin
Desa | Kecamatan | Gapoktan | Jumlah Kelompok Tani | Jumlah Anggota (KK) | Luas izin (Ha) |
Barumanis | Bermani Ulu | Rukun Makmur | 4 | 156 | 275 |
Tanjung Dalam | Curup selatan | Maju Jaya | 3 | 95 | 242 |
Air Lanang | Curup Selatan | Tumbuh Lestari | 2 | 68 | 364,77 |
Tebat Tenong Dalam | Bermani Ulu | Enggas Lestari | 1 | 106 | 77 |
Tebat Pulau | Bermani Ulu | Tri Setia | 8 | 296 | 527,77 |
Jumlah | 18 | 721 | 1.486,35 |
Jauh sebelum IUPHKm terbit, para anggota Gapoktan telah memanfaatkan lahan Hutan Lindung Bukit Daun menjadi lahan perkebunan sebagai sumber pendapatan untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Umumnya, mereka membuka kebun kopi yang berpolakan tumpang sari atau agroforestry sederhana. Kopi dijual dalam bentuk biji (beras kopi) kepada pedagang pengumpul di tingkat desa yang tidak lain juga merupakan pemberi pinjaman modal untuk perawatan dan pembelian sarana produksi kebun, serta kebutuhan hidup semasa paceklik. Kontribusi pendapatan dari hasil mengelola kebun di areal Hutan Lindung tersebut tergolong besar. Hasil penelitian Senoaji (2009) di Desa Air Lanang menyebutkan kontribusinya mencapai 52,5 persen dari pendapatan total.
Melihat tingkat kontribusi pendapatan dari menjual kopi, muncul gagasan untuk membangun usaha bubuk kopi kemasan sebagai upaya meningkatkan kesejahteraan anggota Gapoktan. Guna mempersiapkan anggota Gapoktan membangun usaha tersebut, maka difasilitasi rangkaian aktivitas berupa 3 pelatihan dan 2 pertemuan yang dilakukan sejak Maret hingga Juli 2016. Rangkaian aktivitas tersebut tak hanya menghasilkan tujuh dokumen yang dibutuhkan untuk membangun dan mengelola bisnis kopi bubuk kemasan. Tetapi juga membawa berbagai dampak positif. Seperti diungkapkan oleh Tarsono A Nugraha. Lelaki bertubuh tinggi yang akrab dipanggil Tono keterlibatannya dalam rangkaian aktivitas telah membuka pandangannya.
“Sebelumnya, tidak pernah terbayangkan menjadi seorang pengusaha, dan belum pernah mencoba membuat usaha. Selama ini hasil panen biji kopi dan sayuran dijual kepada toke atau tengkulak,” ujar Tarsono yang menjabat Ketua Gabungan Kelompok Tani Rukun Makmur di sela-sela kegiatan Pelatihan Penyusunan Perencanaan Bisnis di Balai Desa Baru Manis, Rabu (13/7/16).
Dari mengikuti rangkaian aktivitas, pria beranak 4 ini menjadi optimis bisa menjadi pengusaha, selain tetap terus bertani. Bahkan, Tono menilai, berbisnis bubuk kopi kemasan merupakan salah satu solusi yang tepat untuk meningkatkan kesejahteraan petani dan masyarakat.
“Saya optimis petani bisa menjadi pengusaha karena pelan-pelan kita terus belajar menjadi seorang pengusaha. Saya sangat optimis akan bisa. Saya yakin dengan menjadi seorang pengusaha bubuk kopi akan meningkatkan perekonomian keluarga maupun masyarakat khususnya petani HKm. Sehingga usaha bubuk kopi adalah harapan baru untuk meningkatkan atau sumber pendapatan baru selain menjual biji kopi,”
Selain keinginan menjadi seorang pengusaha dan pebisnis Tarsono menjadikan dirinya sebagai sumber informasi berbagi pengetahuan dan pengalaman kepada anggota HKm yang belum berkesempatan mengikuti pelatihan selain rasa tanggung jawabnya sebagai ketua Gapoktan menginformasikan seluruh kegiatan Gapoktan kepada anggota HKm, kegiatan berbagi informasi itu dianggap cara memperkaya pemahamannya membangun usaha/bisnis.
Tidak hanya berhenti disitu, Tarsono yang memiliki tanggungan keluarga seorang istri dan 4 orang anak memiliki harapan baru demi peningkatan kesejahteraan di keluarganya, menurut penuturan Tarsono penghasilan yang diperoleh dari menjual hasil panen kebun kopi dan sayuran belum cukup memenuhi kebutuhan keluarga.
Anggi Alex Sander Anggota Gapoktan Tri Setia, Desa Tebat Pulau adalah salah satu petani HKm yang tergolong muda, aktif dan bersemangat. Disela waktu luang mengolah kopi pasca panen 11/07/2016 di desa Tebat Pulau Anggi menceritakan pengalamannya membangun bisnis.
“Pelatihan yang saya ikuti selama ini sangat berguna. Dulu saya pernah membuka usaha bengkel, meminjam modal ke bank. Sebelum memulai usaha, saya tidak menganalisis maupun memperhatikan dahulu jumlah motor yang bagus maupun yang sudah jelek di Desa Tebat Pulau. Bengkel saya sepi. Usaha saya hanya mampu bertahan tiga tahun, pinjaman ke bank juga tidak bisa saya lunasi dari hasil usaha bengkel. Akhirnya, usaha bengkel saya tutup.”
Rupanya pengalaman membangun usaha cukup memberikan pelajaran bagi Anggi karena keterbatasan pengetahuan dan keterampilan menjadikan usaha/bisnisnya gulung tikar. Salah satu materi yang cukup melekat bagi Anggi selama rangkaian aktivitas adalah analisis pasar. Salah satu aktivitas analisis pasar adalah mewawancarai pemilik warung yang menjual kopi bubuk di areal desa tempat tinggal. Melalui pengalaman itu, Anggi berinisiatif wawancara pemilik warung yang bertetangga dengan rumah orangtuanya saat liburan Idul Fitri beberapa waktu yang lalu.
“Dari hasil pelatihan saya berinisiatif mewawancarai pemilik warung di Desa Limau Pit, Kabupaten Lebong pada saat liburan Idul Fitri. Menurut hasil wawancara, pemilik warung bersedia membeli jika suatu saat nanti saya membangun usaha bubuk kopi. Memungkinkan sekali usaha bubuk kopi yang dibangun nanti, pemasarannya bisa sampai ke Kabupaten Lebong. Saya optimis produk yang akan dihasilkan mampu bersaing di pasar.”
Sosok Susanto anggota Gapoktan Maju Jaya, Desa Tanjung Dalam memang tidak asing lagi dengan dunia bisnis, selain petani dia juga berprofesi sebagai toke. Biasanya profesi itu dia jalani saat musim panen kopi. menurut penuturan Susanto profesi sebagai toke memang menguntungkan namun disatu sisi merugikan petani. Setelah ada rangkaian aktivitas bahwa berkoperasi cara untuk memperoleh keuntungan bersama untuk seluruh petani HKm.
“Setelah mengikuti pelatihan, saya juga tergugah untuk berhenti menjadi toke/tengkulak. Toke memperoleh keuntungan lebih besar dari petani, padahal petani yang bekerja keras. Saya setuju dan sepakat bahwa koperasi adalah cara memperoleh keuntungan bersama, dan perekonomian masyarakat khususnya petani HKm akan meningkat.”
Selama rangkaian aktivitas Susanto termasuk peserta yang aktif. Materi pengetahuan praktis, pengetahuan strategis, dan keterampilan mampu dia serap sebanyak mungkin, menurut Susanto materi ini seharusnya di kuasai oleh S2 (sambil tertawa) dia tidak akan menyianyiakan kesempatan untuk belajar.
“ Dari pelatihan, saya jadi tahu tentang ilmu-ilmu yang belum pernah saya dapatkan selama ini seperti analisis pasokan bahan baku, rantai nilai, analisis pasar, SWOT, biaya-manfaat, strategi pemasaran dan penjualan. Dari pelatihan, saya mendapat pembelajaran bahwa untuk memulai suatu usaha, kita harus mengidentifikasi maupun menganalisis pasokan bahan baku terlebih dahulu. Ilmu yang saya dapatkan selama pelatihan bisa saya terapkan untuk membangun usaha apa saja.”
Lebih jauh lagi, Susanto bercerita tentang pengalamannya berdiskusi dengan salah satu anggota DPRD Rejang Lebong karena sadar arti penting peran pemerintah dalam mewujudkan peningkatan kesejahteraan bagi petani. Susanto berani mengkritisi gagasan yang menurutnya kurang tepat dan srategis
“Saya pernah berdiskusi dengan anggota dewan (DPRD Rejang Lebong). Saya protes dengan kegiatan pemerintah daerah yang memberikan pelatihan pembuatan keripik umbut pisang. Saya katakan kalau ingin membuat usaha, seharusnya kita perhatikan dahulu pasar dan bahan baku yang tersedia.”