AKARNEWS. Hari kedua Lokakarya Memperkuat Komitmen Pemerintah Daerah dalam Upaya Penurunan Stunting melalui Tata Kelola Sumber Daya Alam yang Inklusif dan Berkelanjutan yang diselenggarakan Akar Foundation bekerjasama dengan Pemerintah Kabupaten Rejang Lebong Provinsi Bengkulu, menghadirkan keynote speaker oleh Ir. Harmen Malik, M.Sc, P.Hd.

Kegiatan yang dilaksanakan Selasa 25 Juli 2024 di Hotel Golden Rich Curup itu diawali pengantar dari Direktur Eksekutif Akar Foundation, Erwin Basrin. Erwin menjelaskan, isu Stunting muncul di 2018. Yang jadi pertanyaan, kenapa tiba-tiba muncul kasus ini ? Jika tolok ukurnya Stunting ini persoalan gizi buruk, bukankah di Indonesia sejak dulu seperti di zaman penjajahan Inggris, Belanda dan Jepang, isu kelaparan itu sudah ada ? Karena Indonesia mengalami masa-masa sulit seperti masyarakat yang kerja rodi atau kerja paksa.

Hasil temuan Riset System Foodways yang dilakukan oleh Akar Foundation (2018), lanjut Erwin, telah terjadi perubahan kebiasaan makan di keluarga petani Hutan Kemasyarakatan (HKm). Perubahan tersebut terjadi pada sumber makanan, volume dan frekuensi makan. Termasuk cara mengolah makanan (kuliner) dan perubahan cara mengolah makanan.

Dan dari riset yang dilaksanakan di Desa Air Lanang Kecamatan Curup Selatan dan Desa Tebat Pulau Kecamatan Bermani Ulu Kabupaten Rejang Lebong, lanjut Erwin, adanya kelaparan tersembunyi (hidden hungry) di balik ancaman kerentanan livelihood pada keluarga petani pemegang Izin Usaha Pengelolaan Hutan Kemasyarakatan (IUPHKm). Perubahan sistem foodways sepenuhnya pada pasar untuk pengadaan makanan yang bertumpu pada ekonomi uang memperlihatkan munculnya ancaman kerentanan terhadap penyediaan makanan yang berkolerasi dengan kelaparan.

Perubahan yang terjadi tersebut memunculkan masalah stunting atau gizi kronis akibat kurangnya asupan gizi dalam jangka waktu panjang dan mengakibatkan terganggunya pertumbuhan pada anak. Asupan kualitas gizi yang buruk sering disebabkan karena kurangnya pengetahuan dan kesadaran pada makanan bergizi, dan pola makan yang buruk.

“Saya melihat, persoalan Stunting ini kurangnya stimulasi psikososial. Urusan unsur-unsur kesehatan seperti cek gizi, itu hanya alat bukti,” kata Erwin.

Direktur Eksekutif Akar Foundation, Erwin Basrin (kiri) didampingi Ketua Tim Ahli Ketua Tim Ahli Gubernur Bengkulu, Ir. Harmen Malik, M.Sc, P.Hd (kanan)

Sementara itu, Harmen Malik selaku Keynote Speaker mengatakan, stunting terjadi karena pertama kali adanya tekanan terhadap manusia. Kerusakan hutan seandainya tidak terjadi tekanan terhadap manusia, tidak akan ada perambahan hutan. Ada ketidakadilan di dalam distribusi. Ketidakadilan itu menyebabkan yang tertindas larinya ke alam tadi. Lalu produktivitas juga menyebabkan tertindas.

“Tertindasnya double. Tertindas dari segi pendapatan dan produktivitas. Makanya kesenjangan itu makin besar dan terjadi dimana-mana. Kalau kesenjangan itu semakin besar, maka korbannya adalah sumber daya alam”, kata Harmen yang juga statusnya sebagai Ketua Tim Ahli Gubernur Bengkulu.

Ada 4 (empat) hukum dasar sumber daya alam lestari. Pertama, kesetaraan (tinjauan Ontologi). Maksudnya di sini, hakikat antara manusia dengan hewan, tumbuhan dan lainnya punya kesetaraan hak untuk hidup. Kedua, keseimbangan. Keseimbangan di sini maksudnya juga sama halnya dengan kesetaraan. Kedua hal ini sangat berkaitan erat dalam siklus hidup. Jika setara juga harus seimbang. Ketiga, kolaburasi dan harmonisasi. Maksudnya di sini ada aliran energi, materi, uang yang bisa mempengaruhi kesetaraan dan keseimbangan alam. Aliran tersebut yang menyebabkan kerusakan alam. Ketiga unsur ini saling berkaitan dalam ilmu ekologi. Jika tidak, akan muncul hukum dasar yang keempat, yaitu Kompleksitas. Kompleksitas adalah perubahan satu bidang akan mempengaruhi bidang lainnya.

“Dengan kata lain, perihal ekologi serupa dengan connecting the dots. Terkoneksi satu dengan lainnya. Dan ini ilmu baru di era sekarang. Ilmu ini juga akan hilang jika ke depan ada penemuan ilmu baru lagi”, terang Harmen.

Lanjut Harmen, ada banyak hal yang perlu diketahui tentang stunting dengan sumber daya alam. Sehingga ini nantinya akan terjawab kaitan stunting dengan ekologi. Stunting dilihat dari tata hubungan sumber daya alam dan manusia secara lestari ada banyak faktor. Diantaranya, problematika tata kelola sumber daya alam. Pengetahuan tentang sumber daya alam masih dangkal. Sumber daya alam belum menjadi aset kehidupan. Jebakan-jebakan hubungan manusia dan alam. Problematika pengetahuan sumber daya alam.

Untuk mencegah stunting, upaya yang dilakukan diantaranya, mengetahui komponen dan literasi sumber daya alam. Lalu menterjemahkan dari data ke pengetahuan sehingga menemukan peran sumber daya alam untuk kehidupan. Sistem manusia dan alam inilah yang memanfaatkan sumber daya alam untuk stunting. Sehingga akan ditemukan solusi untuk masyarakat  dalam mengatasi stunting.

Perempuan berperan penting dalam memberikan nutrisi selama masa kehamilan. Jika seorang ibu mengalami malnutrisi selama kehamilan, dapat berdampak pada pertumbuhan janin di dalam rahim, meningkatkan risiko stunting pada anak nantinya.

“Penting adanya buku pedoman praktis untuk ibu-ibu yang dibuat dengan bahasa yang mudah dipahami, tanpa perlu penjelasan yang rumit”, demikian Harmen.

Diskusi interaktif mereformulasi strategi Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) dalam mendorong program penurunan Stunting di Kabupaten Rejang Lebong yang dipandu Direktur Eksekutif Akar Foundation, Erwin Basrin.

Sementara itu, menurut Direktur Kalyanamitra, Jakarta, Listyowati mengatakan, berangkat dari persoalan yang dihadapi, bagaimana melakukan pencegahan (stunting) terkait tata kelola sumber daya alam pada pola kehidupan sehari-hari. Pertama adalah perubahan perilaku. Kedua, pengetahuan baru yang dibangun itu akan menjadi pengetahuan masyarakat. Dan justru itu yang harus dikelola.

“Dalam konteks aksi, kita bisa berangkat dari pencegahan pernikahan dini. Misal dengan membuat produk-produk campaign tapi jangan dengan bahasa yang tinggi-tinggi atau ilmiah. Melainkan dengan bahasa lokal biar lebih sederhana dan mudah untuk mengajak masyarakat untuk melakukan perubahan”, kata Listyowati.

Ditambahkan David Ardhian selaku peneliti dari CTSS (Research Fellow of Center for Transdisciplinary and Sustainability Sciences) Institut Pertanian Bogor (IPB) University, menuturkan, karena orientasinya pencegahan, kita bisa melihat indikasi stunting dari isu kemiskinan atau data-data kemiskinan dari desa. Itu bisa menjadi sasaran pertama atau jadi titik awal atau baseline untuk kemudian dilakukan intervensi stunting. Yang konvergensi sasaran khususnya ibu-ibu. Misal, ditinjau dari adanya pernikahan dini, pasangan muda yang akan menikah, pasangan muda menikah yang hamil dan lainnya. Dan itu bisa dibuat kategori-kategori intervensinya.

Di akhir lokakarya, Akar Foundation dalam hal ini dipandu langsung oleh Erwin Basrin dan Pramasti Ayu Kusdinar untuk berdiskusi interaktif mereformulasi strategi Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) dalam mendorong program penurunan Stunting di Kabupaten Rejang Lebong. Peserta yang hadir untuk menyusun kerangka Konseptual Intervensi Penurunan Stunting Terintegrasi.  Hasil diskusi itu nantinya akan didokumentasikan untuk follow up kegiatan berikutnya.

“Dari diskusi itu, outputnya,  ada input yang dihasilkan dari penanggap. Memastikan bahwa strategi yang disusun mengakomodasi prinsip-prinsip agroekologi dan inklusivitas. Kemudian, di sesi akhir akan ada kesepakatan rencana aksi kolaborasi,” tutup Erwin.(AKAR)

Lokakarya Hari #2 Percepatan Penurunan Stunting Melalui Skema Agroekologi