Linau pernah di jajah oleh Inggris beberapa kali, dan saat itu sudah ada pelabuhan dari kayu. Kata Afandji (89) salah seorang sesepuh Desa Linau. Ketika di temui oleh Tim Akar Foundation di kediamannya. Sabtu, 14 Desember 2019. Desa Linau adalah desa administratif yang berada di Kecamatan Maje, Kabupaten Kaur Propinsi Bengkulu.

“Nama Linau berasal dari bahasa Inggris land dan new, karena logat dan pelafalan yang berbeda oleh masyarkat local menjadi Linau,” Jelas Pak Afandi.
Menurut cerita Pak Afandi, secara turun temurun mata pencaharian utama masyarakat di Linau adalah nelayan tradisional yang  pencari ikan dan gurita, Bahasa Linau menyebutnya “keite”. Selain nelayan, mata pencaharian tambahan masyarakat di Linau adalah sebagai petani dan buruh.
“Sebagai nelayan tradisional aktivitas mencari ikan tidak dilakukan apabila laut sedang tidak bersahabat (jahat) dan harga murah.” Hasil tangkapan ikan oleh nelayan di jual di tempat Pelelangan Ikan (TPI) yang ada di pantai, begitu perahu nelayan yang baru pulang melaut menepi, banyak masyarakat yang membantu untuk menurunkan ikan dan menaikan kapal ke tepi. Nelayan memberikan imbalan berupa ikan yang sudah disortir. Ceritanya Panjang.
Dari obeservasi tim Akar Foundation disepanjang jalan di Desa Linau banyak dijumpai penjual gurita kering dan rumah makan yang menyajikan hidangan gurita. Dan di desa ini terdapat juga pelabuhan besar yang direncanakan untuk tempat berlabuh dan bongkar kapal batubara dan CPO, pasir besi. Pelabuhan ini rencananya akan diperluas hingga 20 hektar, dan ada kemungkinan terjadi relokasi atau pemindahan penduduk.
Sebagai nelayan tradisional yang tergantung dengan keberlangsungan sumber daya alam laut, masyarakat di Linau mempercayai adanya 4 penguasan wilayah, wilayah laut, wilayah bumi/darat, langit dan matahati.
“Ada 4 Sulaeman yaitu Sulaeman hijau yang menguasai laut, Sulaeman hitam yang menguasai bumi, Sulaeman biru menguasai langit dan Sulaeman kuning menguasai matahari” Kata Afandi.
“Biasanya doa dipanjatkan kepada Yang Maha kuasa dan menyebut Sulaeman”
“Jika mau bertani berarti menyebut nama Sulaeman hitam, jika melaut menyebut Sulaeman Hijau dan membuat sesaji dari beras ketan yang tujuannya agar hasilnya berlimpah”
“Ada juga ritual keagamaan yaitu berdoa kepada Yang Maha Kuasa dengan memberikan sesaji berupa nasi ketan”
“Jika musim paceklik ada ritual adat yang disebut menjalang labuhan, terakhir dilakukan 3 tahun lalu” Ceritannya Panjang. (Erwin)