AKARNEWS.Akar Foundation bersama Anggota PPPBS selenggarakan Konferensi Pers pada tanggal 26 Mei 2022. Konferensi pers yang diadakan di Rumah Akar  ini adalah salah satu bentuk informasi tindak lanjut pasca di bebaskannya 40 Orang Anggota PPPBS yang ditahan sejak 12 Mei 2022 lalu dan dibebaskan pada 23 Mei 2022 melalui kebijakan Restorative Justice.

Dalam Konferensi Pers tersebut, Sekjen PPPBS Lobian Anggrianto menyampaikan bahwa upaya untuk penyelesaian kasus melalui Redistribusi TORA Yang sudah Anggota PPPBS jalankan  bersama Akar Foundation akan tetap di lanjutkan.

“Kami berkomitmen akan tetap menuntut pembelaan hak-hak petani yang hari ini dalam proses berjuang. Apabila kedepannya dalam proses perjuangan ini ada oknum masyarakat yang bertindak diluar tanggung jawab PPPBS itu atau diluar anggota PPPBS maka itu bukan merupakan tanggung jawab kami. Langkah kedepannya dalam penyelesaian konflik di Mukomuko khususnya Malin Deman, kami akan tetap berupaya mendesak pemerintah baik eksekutif maupun legislatif untuk dapat memberikan solusi terbaik untuk kasus Agraria ini kedepannya.” Ujar Lobian

Zelig Ilham Hamka selaku Koordinator Reforma Agraria Akar foundation dalam konferensi Pers tersebut juga menyampaikan bagaimana pandangan dan rencana Akar pasca pembebasan Petani PPPBS tersebut. Dia juga menyoroti bahwa terjadinya penangkapan terhadap petani kemarin bukan hanya dilihat dari hal-hal yang berkaitan dengan hukum.

“Jangan sampai kasus ini hanya dilihat rangkaian pidana nya saja. Namun juga harus dilihat sebagai konflik Agraria. Karena ketika akar persoalan konflik Agraria tidak diselesaikan, maka potensi muncul kembali 40 orang masyarakat diluar PPPBS itu sangat tinggi. Jangan sampai serangkaian tindak pidana kemarin yang dihadapi teman-teman PPPBS justru mengaburkan akar persoalan yang terjadi di Malin Deman.” Ujar Zelig

Zelig juga menyampaikan bahwa Akar Foundation berkomitmen untuk mendampingi Anggota PPPBS dan turut mengawal penyelesaian konflik Agraria yang akhir-akhir ini banyak disuarakan dari pihak Eksekutif dan Legislatif.

“Harapan kami, wacana penyelesaian konflik Agraria di Provinsi Bengkulu itu segera dilaksanakan oleh para pihak baik dari pemerintah, legislatif dan pihak lainnya yang pada saat terjadinya kasus ini turut bersuara terkait banyaknya konflik agrarian yang terjadi di provinsi Bengkulu.” Kata Zelig

Akar Foundation sendiri mendampingi Teman-teman PPPBS ini dari tahun 2020 dan sudah melakukan pendidikan bersama untuk menambah pemahaman masyarakat terkait Konflik Agraria ini. Lalu di tahun 2021, Anggota PPPBS telah mengusulkan usulan Redistribusi TORA berdasarkan peraturan presiden No. 86 tahun 2018 tentang Reforma Agraria.

“Ketika kita melihat Perpres lahirnya Reforma Agraria itu, jelas kita melihat adanya ketimpangan penguasaan dan kepemilikan tanah sehingga kebijakan itu dikeluarkan oleh presiden  dan harapannya ialah untuk menyelesaikan konflik Reforma Agraria di Indonesia. Melalui perpres itu teman-teman PPPBS telah mengusulkan usulannya ke beberapa pihak Bupati, Gubernur sampai kepada Kementrian dan terakhir, upaya yang telah dilakukan ditingkat Provinsi, Gubernur Bengkulu memfasilitasi penyelesaian ini. Namun, dalam upaya penyelesaian konflik itu lah hal yang tidak kita inginkan, 40 orang anggota PPPBS ditangkap oleh pihak kepolisian. Kedepannya, upaya yang akan kita lakukan untuk Redistribusi TORA  yang telah diajukan oleh teman-teman PPPBS itu akan kita kawal  dan kaji bagaimana tindak lanjutnya. Kemudian kita juga bertanggung jawab dengan kondisi psikis yang dihadapi teman-teman PPPBS setelah 12 hari di tahan.”

Beni Kurnia Ilahi, S.H, M.H selaku akademisi Fakultas Hukum-UNIB yang sengaja di undang oleh Akar Foundation untuk menyampaikan pendapatnya dalam konferensi Pers ini menyampaikan bahwa menurutnya, apa yang dilakukan oleh masyarakat yang berada di tengah kawasan-kawasan Hak Guna Usaha (HGU) itu adalah untuk mempertahankan hidup. Beni menilai, Tidak ada itikad buruk dari masyarakat untuk penguasaan lahan atau mencuri.  Karena sepenuhnya apa yang dilakukan oleh masyarakat yang ada dikawasan HGU adalah semata-mata untuk pertahanan hidup dan kehidupannya sehingga menurut Beni apa yang dilakukan oleh aparat penegak hukum beberapa waktu yang lalu di anggap tidak pas untuk penyelesaian kasus ini.

“Apa yang diperjuangkan oleh teman-teman ini, merupakan upaya dan bagian dari hak nya. Karena secara constitutional mereka 40 orang ini termasuk kita semua berhak untuk mempertahankan hidup dan kehidupannya. Sebagaimana yang diamanatkan dalam pasal 28 H UUD 1945. Artinya, ini bagian dari hak konstitutional yang harus mereka dapatkan atau mereka perjuangkan ketika ada upaya-upaya yang dilakukan oleh penguasa termasuk oleh oknum penegak hukum  terhadap apa yang telah dilakukan.” Ujar Beni.

Beni juga menghimbau pemerintah untuk cepat tanggap menyelesaikan kasus ini agar tidak berlanjut dan justru menimbulkan masalah-masalah baru kedepannya.

“Salah satu solusinya adalah melakukan koordinasi bersama antara pemilik modal atau pengusaha perkebunan yang ada disana, pemerintah daerah dan juga kementrian ATR/BPN atau Kanwil BPN RI sehingga kita bisa mencarikan titik persoalannya. Hal ini juga perlu tangan dingin dari pemerintah daerah. “ pungkas Beni.