Pada tanggal 28 September 2021 lalu, Akar Foundation telah mengadakan Launching Bulletin Jejajak Akar Vol.01 dengan Tema “Resistensi Petani Perempuan di Pedesaan Menghadapi Krisis Agraria”.

Launching yang diadakan via zoom dan Live streaming Facebook Ini di hadiri oleh berbagai lini baik dari Mahasiswa, Pemuda peduli lingkungan, maupun lembaga sosial yang memang tertarik pada isu-isu perempuan dan lingkungan. Terutama diisi langsung oleh kedua narasumber yaitu Ruth Indiah Rahayu dan Titiek Kartika Hendrastiti.

Ruth Indiah Rahayu yang juga menjadi salah satu Kontributor juga membahas terkait tumpang tindih aneka hal yang di alami oleh perempuan. Hal yang menarik ini dia ambil dari padangan etnografer feminis dikalangan antropologi Feminis bahwa mereka mencoba mengetengahkan bahwa unit analisis yang harus diriset apabila ingin meriset tentang perempuan, maka harus menggunakan taktik melalui pengalaman hidup karena di dalam pengalaman hidup itulah banyak informasi yang tidak tersuarakan karena kecenderungan perempuan yang menyimpan seluruh hal yang mereka tangkap dengan panca indranya dan disimpan dalam dirinya.

“Di dalam berbagai metodologi, tidak hanya antropologi sebenarnya dan tidak hanya dalam konteks etnografi bahkan dalam ilmu politik dan sosiologi menempatkan pengalaman perempuan sebagai unit analitis ini sudah mulai banyak di pakai. Ada yang mengatakan ini seperti studi kasus, tapi feminis mengatakan ini bukan studi kasus tapi ini adalah satu metodologi yang khas feminis. Ini masih penuh perdebatan tapi sekarang mulai diakui karena dalam riset sejarah mengangkat pengalaman yang personal sudah mulai diakui dalam banyak sejarah.”

Mengutip dari tulisan Ruth di Bulletin Jejak Akar yang berjudul Mengetnografikan Pengalaman “yang Personal” dia menyebutkan bahwa Tantangan berikutnya adalah bagaimana menyebarkan hasil penelitian ini, dan kita memerlukan alat yang disebut tulisan. Bagaimana menulis pengalaman dan pengetahuan personal maupun sosial perempuan yang marginal dengan cara yang mudah dipahami dan dapat melibatkan proses dialog dengan pembaca? Pada akhirnya dialog dengan pembaca dan tanggapan balik (Feedback) dari pembaca dalam konteks metodologis merupaka kritik pengetahuan yang sangat penting. Tanpa ada kritik pengetahuan itu, maka narasi-narasi perempuam yang telah ditulis oleh ketiga feminis tersebut, akan berhenti seperti berita reportase. Maka dari itu, upaya penerbitan ketiga tulisan dalam bulletin ini bermaksud “memberdayakan” pembaca hingga pembaca dapat memberikan tanggapan balik kepada para penulis.

Setelah Ruth, Dilanjutkan oleh Titiek Kartika Hendrastiti yang membahas tulisannya dalam Bulletin Jejak Akar yang berjudul “Perjumpaan Antara Etnografi Feminis dengan Studi Isu Lingkungan” dengan Pengantar awalnya terkait Bagaimana Studi Isu Lingkungan Berjumpa dengan Etnografi Feminis.

Titiek menyebutkan dalam tulisannya bahwa Menggambarkan perjumpaan antara etnografi feminis dan isu lingkungan lebih tepat disebut sebagai suatu bentuk pencarian dan pembelajaran menemukan identitas diri. Sebagai pencarian identitas, upaya mengembangkan suatu metodologi dan metode adalah suatu bentuk pengukuhan komitmen. Secara imperatif, dalam perjalanan itu perlu melewati suatu alur dengan beberapa tonggak penanda (milestone). Milestones itu mengikuti jalur yang mengantarkan perjalanan menuju pertemuan antara feminisme dan isu lingkungan. Perjumpaan feminism dan isu lingkungan adalah ruang tujuan baru; ruang yang mengundang para penghuni melakukan improvisasi, sekaligus menantang penciptaan metode yang unik dan kreatif. Itu semua dilakukan, agar mampu membuka kisah-kisah tersembunyi, fakta ketidakadilan, potret brutal perusakan hutan, kehancuran daerah aliran sungai, eksploitasi kawasan pesisir, dan fenomena kejahatan terhadap lingkungan yang lainnya.

Titiek juga membahas terkait beberapa bentuk ekspresi perempuan yang menghadapi kehidupan mereka dalam pengalamannya Ber-etnografi Feminis yang juga dituliskannya dalam sub judul “Meramaikan Etnografi Feminis pada Studi Lingkungan”  dia menyinggung tentang perempuan Sumba yang harus berhadapan dengan hokum tatkala suami-suami mereka dijebloskan dalam penjara akibat merusak alat bor tambang dimana mereka pada akhirnya harus mengambil alih kepemimpinan desa serta seluruh tanggung jawab rumah dan hewan ternak serta pertanian. Observasi menunjukkan bahwa desa yang terisolir itu tidak menerima pelayanan publik yang pantas (selengkapnya dapat dibaca dalam bulleting Jejak Akar Vol.01)

Kondisi gerakan perempuan indonesia yang semakin prulal ini mengindikasikan bahwa konflik yang dihadapi perempuan tidak lagi hanya berkutat pada pendekatan makro dan sektoral, tapi berkembang pada pendekatan regional dan mikro. Di desa, kebanyakan konflik yang dihadapi oleh perempuan tidak termanifestasikan dalam bentuk yang konkret. Ia biasanya tersembunyi dalam dan sebagai kesadaran palsu dalam system sosial yang patriakhi dan dalam hegemoni kapitalisme yang eksploitatif. Bulletin edisi ini diharapkan akan menjadi inspirasi bagi lahir dan berkembangnya gerakan-gerakan perempuan di pedesaan. Sehingga perjuangan perempuan tidak hanya diperhitungkan dan diakui karena pendekatan makro dan sektoral, tetapi menjurus pada akar persoalan yang tidak termanifestasikan.

Untuk Lebih lengkap, perbincangan tersebut juga dapat di akses melalui live Facebook https://www.facebook.com/100038059321390/videos/908597049779752/

TIM REDAKSI

Penanggung Jawab: Erwin Basrin 

Pimpinan Redaksi: Andom

Redaktur Eksekutif: Pramasty Ayu Koesdinar, Novita Listriani

Cover: M. Afif

Unduh: Bulletin Jejak Akar Vol. 01

 

 

 

 

Penulis:

  1. Ruth Indiah Rahayu (Pengantar): Mengetnografikan Pengalaman “Yang Personal”
  2. Titiek Kartika Hendrastiti: Perjumpaan Antara Etnografi Feminis dengan Studi Isu Lingkungan
  3. Pramasty Ayu Koesdinar: Hutang dan Reproduksi Ruang Hidup Perempuan
  4. Rasella Malinda: Catatan Lama dari Sungai 
  5. Zelig Ilham Hamka: Pemuda Petani di dalam Zaman yang Bergeliat